Rabu, 07 Desember 2011

Journey, day 193

I cant say it in blunt
I don't, I cant see it high
It is just a yesterday high
It is circled by today low
It is circled by tomorrow high
And the blush on your cheeks tells no cracks
Sweetheart, the season comes as it came yesterday.
(Alfa Farah)

Thanks Alfa for understanding me.. I'm blessed to have a friend like you..
May God bless you, always..

Sabtu, 26 November 2011

Journey, day 182

Saya terperanjat membaca sebuah sms dari seorang teman, ternyata sebuah puisi yang sangat indah melebihi ribuan nasehat atau petuah. Puisi ini begitu pas menggambarkan perjalanan yang sedang kami tempuh, sebuah grup beranggotakan empat orang, yang dipertemukan oleh kerjasama dari setiap elemen alam semesta. Sebuah bukti kalau kami sangat dicintai oleh Sang Khalik. Jelas ini bukan sebuah kebetulan.


It comes again today
I am worried and I hold my head up to the sky
I am a stone, a frozen stone
I could not go deeper to the water as I am breaking the seasons
It could be right as much as it could be wrong
I am blind? Could not read what's been written behind the cloud
I am stone, breaking the seasons and hold my head up high

(Alfa Farah)

Selasa, 15 November 2011

Journey, day 171

Bali in my eyes..

Bukan hanya di jawa, orang bali juga punya tradisi batik.


Saya seneng bertemu bapak itu..
Beliau baru pulang dari sawah ketika saya ambil fotonya dan lihatlah bagaimana dia berpose.
Sebuah bukti kalau pariwisata sudah mendarah daging di Bali
dan masyarakatnya sangat memahami kalau merekalah daya tarik Bali yang sesungguhnya.


Sepi sendiri menikmati sunset ini..?
Salah..!! Ada ribuan orang di tepi pantai ini yang sama seperti saya,
menikmati indahnya sunset, tepat di spot terbaik pantai Kuta


Indahnya baju pengantin Bali
Mewah dan Elegan


Pagelaran Kecak terbaik di Ulu Watu
yang dipentaskan persis ketika matahari mulai terbenam
Siapa bisa mendisplai panggung semegah ini..?

Salah satu bukti keterbukaan masyarakat Bali
Ibu ini mengijinkan saya mengikuti prosesi sembayang yang dia lakukan tiap pagi tanpa merasa terganggu
bahkan dengan senang hati dia jelaskan makna setiap bagian prosesi.

Minggu, 13 November 2011

Journey, day 169

          Dua hari lalu saya menemani seorang teman potong rambut di sebuah salon. Sambil membaca tabloid (sejenis bacaan yang hanya saya baca diruang tunggu..), sesekali saya terlibat pembicaraan dengan teman saya dan pemilik salon itu. Ada cerita pemilik salon tentang keponakannya yang masih duduk dikelas 2 SD. Suatu kali anak itu menelepon hanya untuk membagikan perasaan bahagianya. Lucu sekali karena anak itu merasa bahagia setelah membuka internet dan menemukan bahwa ternyata srigala tidak termasuk dalam kelompok anjing..!! Anak itu bukan pencinta anjing apalagi srigala, tapi sebuah pengetahuan sederhana itu sudah membuat dia berbahagia dan begitu bahagianya sampai ia ingin segera bercerita kepada orang lain.
          Pembicaraan kami sore itu terus terngiang dan mempengaruhi saya. Ada yang berubah, saya mulai ingin menciptakan bahagia lewat hal-hal sederhana seperti anak kecil itu. Saya bahagia ketika menyaputkan bedak diwajah saya, bedak itu sangat lembut dan nyaman diwajah. Ah bahagianya ternyata lip liner yang baru saya beli sangat pas dengan warna lipstik favorit saya.. Lantas masih dengan bahagia saya mengambil kalung berwarna kuning. Benda yang sangat jarang saya pakai karena ribet dan mengganggu aktivitas.. Bahagianya melihat kalung kuning itu matching dengan baju saya yang bermotif semburat kuning. Sayapun pergi ke kampus dengan perasaan bahagia..
          Saya jadi ingat Joel, anak sahabat saya. Kami bertemu minggu lalu. Anak itu begitu exciting bertemu saya, sampai lewat jam tidurnyapun dia masih saja ada disekitar saya sambil terus bicara. Demi supaya dia diam karena saya kuatir dia kecapekan, akhirnya saya beri soal-soal penjumlahan sederhana. Dia memang hebat, masih TK tapi sudah lancar penjumlahan sampai angka 20 dan semua soal dibabat habis. Tak mempan dengan soal matematika, saya memintanya menggambar dan waktu dia tanya "gambar apa?", spontan saya jawab, "rumah" karena memang saya sedang membahas soal rumah dengan orang tuanya. Wooww.. tak berapa lama dia datang dengan sebuah gambar ditangannya. Sebuah gambar yang unik, ada 3 potongan gambar yang dia rekatkan dengan selotip pada sebuah kertas dan ada anak panah yang menghubungkan satu gambar dengan yang lain. Saya sangat terharu karena akhirnya ada orang yang menggambar rumah impian saya.. Gambar itu luar biasa..!! Desain rumah pada umumnya dibuat tampak depan dan tampak samping, tapi ini desainnya berbeda. Joel membual 3 gambar dengan dimensi waktu yang berbeda..!! Siang hari, sore hari dan malam hari..!! Hahaaa.. surprise sekali waktu dia menjelaskan rumah putih bergenting merah pada siang hari itu akan tampak temaram pada sore hari dan tampak hitam pada malam hari.. Saya bahagia sekali..! Dia membuatnya untuk saya..
          Saya berpisah dengan Joel dengan harapan tinggi bahwa seseorang akan benar-benar menggambar desain rumah saya. Saya ingin orang itu mendesainnya dengan riang gembira seperti Joel, saya ingin rumah didesain sedemikian rupa, penuh dengan filosofi seperti ketika Joel mendiskripsikan siang, sore dan malam hari. Saya ingin setiap kali  memasuki rumah, saya ingat makna yang tersirat dari rumah itu. Ah, saya belum memilikinya tapi saya sudah begitu bahagia. Kata Charles R Swindoll, dari hal-hal kecil semacam ini, kita membangun sebuah harapan besar.. Saya punya lebih dari sejuta alasan untuk bahagia bukan..?? Jadi kira-kira sebesar apa harapan yang bisa saya bangun..??

Minggu, 09 Oktober 2011

Journey, day 134

Seorang teman menunjukkan sebuah buku karya Sitor Situmorang yang dia temukan di Resource Center, dan sebuah puisi di dalamnya dibacakannya untukku..

Woman's Song

Hearing you sing
with no hope in your voice
I believe that victory will be had
by those who mourn

Oh, faithful woman
no doubt it is your song that stirs my body
from the welter of grief
that raises a new dawn
and some day, when all this is past
that is you will accept my love
stiff and bloodied
prostrate at your feet


Minggu, 25 September 2011

Journey, day 122

          Seorang teman bertanya pada saya "Apa si istimewanya sunrise dan sunset? Kita bisa melihatnya dimanapun, tidak hanya di Bali.." Pertanyaan ini dilontarkan karena setiap kali bepergian saya selalu berusaha merencanakan perjalanan sedemikian rupa sehingga setidaknya saya bisa melihat sunrise atau sunset. Saya rasa saya bukanlah satu-satunya orang yang begitu ingin selalu melihat fenomena yang indah itu. Di bali ini kemacetan parah sering terjadi menjelang sunset, orang berbondong-bondong mendatangi spot-spot terbaik untuk menikmati sunset. Di Kuta, Tanah Lot dan Uluwatu suasananya riuh, ramai sekali.
          Ketika melihat-lihat foto sunset dan sunrise yang berhasil saya buat, kalau dibuat perbandingan, saya menyimpulkan saya lebih menyukai sunrise daripada sunset. Terasa lebih dramatis. Malam yang gelap pekat tersibak, kegelapan memudar jauh sebelum matahari terlihat. Detik demi detik menghadirkan sensasi tersendiri. Dan ketika matahari mulai muncul, saya ingin melompat sembari berteriak "Here you are..! Nice to see you.!!" Rasanya saya siap menjalani hari ini bersama matahari yang akan menerangi seluruh aktivitas. Sayapun bisa merasakan aura kegembiraan ketika orang mulai keluar menuju ke pantai untuk beraktivitas. Hari yang baru telah datang dan mereka menyambut dengan penuh semangat. 


 "Malam gelap jadi rembang pagi, dan pagi jadi siang terang"

Senin, 19 September 2011

Journey, day 116

Bromo Mountains in the morning
(Monday, 11 Sept 200)
Morning comes in Sanur.. What a lovely moment.! 
(Sat, 17 Sept 2011)

Bali Botanical garden.. What a beautiful place..!
(Sat, 17 Sept 2011)


Kuta's sky after sunset
(Monday, 12 Sept 2011)



Sunset moment in Tanah Lot
(Sat, 17 Sept 2011)


Hey.. it's me..!

Minggu, 11 September 2011

Journey, day 108


            Ketika mendengar kabar bahwa saya lulus seleksi untuk mengikuti pelatihan di Bali, senang sekali rasanya. Terbayang semua yang indah tentang Bali dan saya bisa menikmatinya selama sebulan..! Semakin menarik karena saya akan diberi penginapan dan diberi uang saku, semua urusan saya akan ditangani event organizer. Itu artinya saya disuruh melakukan pekerjaan yang saya suka, dibayarin, diurusin, disuruh piknik pula.. Luarbiasa sekali..! Saya berangkat dengan riang.. Saya siap berburu foto-foto indah.
            Semua berjalan lancar sampai kami tiba di quest house yang cantik ini. Suasananya kontras dengan lingkungan sekitarnya yang terkesan kumuh. Agak mengganggu keriangan hati saya.. Sedikit banyak saya tahu bagaimana para perantau di Denpasar ini, mereka tinggal di kamar-kamar kos yang sempit tapi mahal, bersama seluruh anggota keluarganya. Bisa dibayangkan bagaimana mereka hidup berjejal-jejalan. Seandainya mereka bisa merasakan kehidupan yang lebih baik.. (Hufff..). Banyak kos-kosan semacam ini di sekitar Guest House.
            Keriangan hati saya kembali berkurang ketika menyadari kalau kamar indah yang saya tempati ini tidak ada TV-nya. Bagaimana mungkin saya sendirian di kamar tanpa TV selama satu bulan.? Tiba-tiba saya merasa lonely.. Denpasar yang panas ini semakin terasa terik ketika saya keluar mancari makan. Tidak seperti ditempat-tempat lain, jalannya tidak bisa nembus langsung ke jalan raya. Saya harus melewati gang-gang sempit dan berkelok-kelok. Terpaksa makan nasi padang yang keras dan pedas (setelahnya saya jadi sakit perut..) karena teman-teman mencari tempat makan yang aman dari makanan haram.
Saat pulang saya mengikuti rute teman yang katanya lebih cepat. Tapi apa terjadi? Kami tersesat, jalannya buntu..! Di depan hanya ada ladang yang menyeramkan. Kami nekad saja menerbos ladang itu karena seekor anjing besar membuntuti kami sambil terus menggonggong. Dua teman saya adalah pria bertubuh tinggi besar tapi mereka takut anjing. Saya tidak takut anjing tapi saya takut rabies. Itulah sebabnya kami nekad melewati ladang itu daripada harus bertemu anjing itu kembali. Huufff, kemudian saya melihat balai bengong, berarti sebentar lagi ada gapura menuju ke jalan. Saya sempat melirik, ada beberapa anjing besar sedang tiduran. Seorang pria hitam besar sedang membuat layang-layang besar yang juga berwarna hitam, mukanya terheran-heran melihat kami keluar dari belakang rumahnya. Saya tanya jalan menuju guest house kami. Dia menjawab kurang simpatik dan anjing-anjing yang tadi diam ikut-ikutan tidak simpatik karena semua menggonggong keras sambil mengelilingi kami.. Kami baru bisa sampai ke guest house setelah 2 kali lagi bertanya. Bayangkan kalau setiap hari saya harus melewati rute ini..!
Sembari mencoba beristirahat, saya berpikir.. Bagaimana bisa dengan mudah keriangan hati saya surut dan prosesnya begitu cepat? Padahal masih banyak hal baik lain yang siap menanti saya..? Bagaimana bisa semangat saya untuk belajar tiba-tiba melorot drastis begini.? Saya masih berpikir dan belum menemukan jawabnya..



Jumat, 09 September 2011

Journey, day 106


Saya terlambat membaca sebuah sms, begini bunyinya ”Ibu, saya sudah sampai, tapi kalau ibu masih sibuk tidak apa-apa, saya akan tunggu.” Seminggu ini banyak sekali yang harus saya kerjakan, semuanya mendesak dan penting. Sms tadi dikirim karena memang saya ada janji dengan anak PMK untuk belajar menggunakan kamera. Dia yang akan mengajari saya. Ternyata tidak cuma satu, karena akhirnya saya diajari oleh dua orang sekaligus.. Kami bertemu ketika saya sudah letih dan mereka tetap mengajari saya dengan semangat.
Saat kami sibuk dengan kamera, satu persatu anak-anak PMK yang lain datang, karena memang mereka hendak rapat persiapan retret. Demi rasa lelah dan kepala yang telah penuh, akhirnya saya tinggalkan mereka. Sambil coba mempertahankan memori tentang ISO, diafragma, fokus, ligthing, dll, saya hendak beristirahat. Tapi sampai saya pulang, bahkan ketika hendak beranjak tidur, saya masih mengingat anak-anak PMK itu. Ada perasaan yang tidak bisa saya jelaskan. Saya mencoba mereview ulang masa 10 tahun yang lalu, ketika saya memutuskan profesi yang hendak saya tekuni, merekalah motivasi saya. Saya merelakan banyak hal demi kerinduan untuk tetap bisa melayani mahasiswa. Dan saat ini, ketika saya sudah ada ditempat yang saya inginkan, mengapa saya merasa sangat jauh?
Ini menjadi kali pertama dalam rentang waktu empat tahun, saya berdoa sambil membayangkan wajah-wajah mereka. Saya pernah minta dipertemukan dengan wajah-wajah ini, tapi mengapa sekarang saya mengabaikannya..? Dan inilah doa saya:
”Tuhan, berkatilah mereka ini,
yang dalam kemudaannya rindu untuk mengenal Engkau.
Bimbinglah, supaya mereka mau memilih jalan yang Engkau sediakan.
Yakinkanlah pada mereka, kalau selalu tersedia jalan pulang ketika mereka ingin mencoba mengambil jalan mereka sendiri.
Berilah mereka kesanggupan untuk bertahan dan berjuang.
Dan di atas semua itu, berilah mereka hati yang mengasihiMu
dengan kasih yang memerdekakan.”
Amien
             Saya tidak tahu, apa yang hendak saya lakukan kepada mereka selanjutnya.? Tapi yang jelas, saya harus memulainya dengan meminta supaya beban itu dikembalikan ke dalam hati saya dan saya diberi kesanggupan untuk mengasihi pribadi demi pribadi. Semoga Allah berkenan..


Rabu, 31 Agustus 2011

Journey, day 97


Tak banyak yang saya lakukan diliburan kali ini. Hanya tinggal di rumah, memasak, menyambut tamu, membuka internet dan yang pasti membaca. Ketika kakak saya menyodorkan sebuah buku sebelum dia berangkat liburan, saya tidak begitu antusias. Sebenarnya saya lebih tertarik untuk membawa majalah-majalah fotografi miliknya. Saya merasa kurang antusias karena buku itu berupa graphic novel atau lebih tepatnya berupa komik, terlalu ringan untuk saya. Anthony de Mello, okelah.. Saya cukup familiar dengan nama itu dan saya membawanya pulang. Buku yang didesain untuk menjadi bahan perenungan itu saya baca dalam waktu sehari. Setelah membacanya saya malah bersyukur karena buku itu dibuat dalam bentuk komik. Sekarangpun saya memahami mengapa buku itu diberi judul ”Kicauan Burung”.
Beberapa bagian buku itu membuat saya tersenyum dan bahkan tertawa geli. Tapi dibagian yang lain, sayapun bisa tertunduk sedih. Saya geli karena sering kali hanya dengan sedikit pengetahuan, saya bisa merasa pakar disuatu bidang. Saya juga sering merasa paling benar dan sulit menerima masukan orang lain. Seseorang sering marah kepada saya karena sering kali saya meminta pendapatnya tapi saya mengambil jalan saya sendiri. Saya sudah membuat dia berpikir untuk saya tapi kemudian saya mengabaikannya. Sedihnya, saya melakukannya diluar kesadaran dan berulang-ulang..
De Mello membantu saya untuk lebih aware dengan kekinian. Saya sibuk dengan masa lalu yang tidak bisa saya ubah dan masa depan yang tidak bisa saya lihat. Saya melelahkan diri sendiri sehingga lupa untuk menikmati saat ini. Kesadaran akan keberadaan saya saat ini, akan membawa saya kepada kesadaran akan keberadaan Sang Khalik. Tuhan itu tidak jauh, saya bergerak, bernafas, berpikir, berkehendak di dalam Dia. Tapi sayangnya, saya malah berteriak-teriak ”Tuhan.. dimana Engkau?” Saya tidak buta, tidak tuli, tapi mata saya tidak mampu melihat dan telinga saya tidak mendengar. Karena saya membangun konsep sendiri tentang Tuhan, saya mau Tuhan seperti yang ada dalam benak saya. Tentunya dengan seluruh kriteria yang telah saya tetapkan. Saya tahu sekarang, kalaupun saya menemukannya, itu bukanlah Tuhan yang sesungguhnya. Benak saya ini terlalu kecil untuk bisa memuat Tuhan yang sebenarnya. Ketika saya berkunjung ke Tomohon, seorang teman bertanya apakah saya sempat ke Bukit Kasih? Saya jawab, ”Ya, saya ke Bukit Kasih tapi tidak naik sampai ke atas. Percuma saja berlelah-lelah mendaki bukit terjal hanya untuk menjumpai salib yang palsu”. Memang ada salib besar terbuat dari keramik di puncak bukit itu. Jawaban saya yang bercanda itu sebenarnya menggambarkan perjalanan rohani yang sedang saya tempuh. Saya tidak ingin berlelah-lelah hanya untuk menjumpai kebenaran yang bukan kebenaran yang sesungguhnya. Saya mau hasil perjalanan ini worthed dengan kerja keras saya dalam menjalaninya.
Untuk orang yang terus mempertanyakan eksistensi Tuhan dan responNya terhadap setiap hal buruk di dunia ini, de Mello menyamakannya dengan bayi yang menangis. Apa yang bisa dilakukan untuk orang yang seperti ini? ”Paling baik dibiarkan saja. Ia sedang mengalami tahap pencarian dan pertumbuhan.” Kalau si bayi sudah berhenti menangis, Ia telah siap menerima kebenaran. Hemm.. Ada bayi yang sedang menangis dalam diri saya. Bayi yang menangis ketakutan karena baru menyadari kalau ia berada di tempat yang asing. Tapi tangis ketakutan itupun adalah sebuah indikasi, kalau si bayi siap menerima kebenaran. Ketika tangisan reda dan ketakutan hilang, semoga saya menemukan Iman saya kembali.
Saya bersyukur di dunia ini pernah hidup orang-orang seperti Anthony de Mello  yang dengan hati nuraninya yang tulus, berani menyingkapkan kebernaran. Menunjukkan kesalahan tapi dengan cara yang lembut dan penuh kasih. Meski untuk itu dia dianggap membahayakan dan dapat menimbulkan permasalahan besar. Dan sayapun sempat menaruh curiga terhadap kematiannya yang janggal. Hemm.. Rupaya buku ini akan masuk dalam daftar buku paling berpengaruh dalam hidup saya...

"Jalan kebenaran itu sempit. Anda selalu berjalan sendirian"
(Anthony de Mello)

Jumat, 19 Agustus 2011

Journey, day 85

Indonesia tanah air beta...
Banyak ragam seni budayanya,
Kreatif dan bercitarasa tinggi,
Melimpah kekayaan alamnya dengan panorama yang sangat indah..
JANGAN SAMPAI SALAH URUS LAGI..!



Reog Ponorogo dan Fashion Carnival

 Kekayaan ini lebih dari cukup untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia




Selasa, 16 Agustus 2011

Journey, day 82

Penerbangan yang sangat melelahkan membawa saya sampai di Bandar Udara Sam Ratulangi Manado. Guncangan selama di pesawat membuat kepala saya pusing. Tapi itu tidak menyurutkan semangat saya untuk segera menjumpai Kezia. Ah, seperti apa mukanya sekarang ini? Waktu 3 bulan pasti sudah memberi perubahan yang sangat berarti. Sebesar apa ya dia..? Ternyata dia masih kelihatan mungil digendongan mamanya dan hanya sedikit perubahan di raut mukanya. Dan seperti telah saya duga, Kezia lupa dan tidak mengenali saya. Dia malah menangis setiap kali saya dekati.. 

Demi menarik perhatiannya, saya memutar lagu Baby-nya Justin Beiber. Sedikit tercengang karena mungkin dia sudah lama tidak dengar lagu itu, heheee.. tapi dia kembali menangis. Sepertinya saya harus bersabar.. Lambat laun kezia mulai mengenali saya dan mulai mau didekati, bercanda bahkan digendong. Tak sia-sia perjalanan jauh ditempuh, Kezia sangat pintar..! Dia lebih tertarik pada buku dari pada boneka..! Celotehnya selalu membuat kami tercengang.. Untuk anak usia 15 bulan pastinya ajaib bisa mengucapkan kalimat "you love me..", "mommy, I miss you.." atau melantunkan lagu "K-A-S-I-H.." Daya ingatnya luar biasa dan kemauannya untuk belajar sangat besar.. Lucu sekali ketika dia belajar mengucapkan kata elephant. Dia berusaha keras agar bisa mengucapkannya dengan benar. Bibirnya yang mungil hanya mampu mengucapkan "ee..phen.." setelah berkali-kali mencoba. Dengan campuran 4 bahasa; Jawa, Manado, Indonesia dan Inggris, saya sering tidak memahami apa yang dia ucapkan. Sebentar lagi mungkin bisa ditambah bahasa Batak dan Jepang, heheee.. pasti saya makin nggak ngerti. Ah Kezia.. I miss you..!!





"Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu telah Kauletakkan dasar kekuatan karena lawan-Mu, untuk membungkamkan musuh dan pendendam".
(Mazmur 8:2)

Selasa, 12 Juli 2011

Journey, day 48

        Seminggu ini emosi saya diaduk-aduk oleh banyak kejadian. Seorang teman saya dapati sedang sakit dan saya memaksanya untuk ke rumah sakit saat itu juga. Keputusan yang sangat tepat karena ternyata kondisinya terus turun setelah dibawa ke Rumah Sakit. Saya menangis dalam doa agar masa kritisnya segera bisa teratasi dan terus berupaya agar dia mendapat penangan yang tepat. Beberapa saat kemudian saya tertunduk tanpa dapat berucap ketika tahu seorang teman yang lain ternyata telah sekian lama bergumul hebat dengan persoalan yang sangat berat. Disisi yang lain ibu saya juga masuk rumah sakit karena pembengkakan jantung. Butuh perhatian khusus karena sakitnya disebabkan oleh rasa kehilangan yang besar setelah Kezia, cucunya, dibawa orang tuanya ke Tomohon. Tak cukup itu saja, Gunung Lokon di Tomohon tempat adik saya tinggal, statusnya ’awas’ dan siap meletus tiba-tiba. Saya was-was membayangkan bila gunung itu benar-benar meletus karena jaraknya memang cukup dekat. Saya sendiri diwaktu yang bersamaan harus mengerjakan banyak hal yang yang sifatnya urgen, menyangkut masa depan karir saya.
            Dalam keadaan seperti ini saya harus memilih mana yang harus saya dahulukan. Ternyata tidak ada yang bisa didahulukan, semuanya penting buat saya. Minggu ini saya belajar mengelola emosi, tetap memberikan perhatian kepada semuanya dan menjaga diri sendiri agar tetap tenang. Kenapa saya tidak fokus saja dengan urusan saya dan keluarga saya sendiri? Saya coba menelusuri hati saya... Ternyata saya tak hendak melakukan tindakan yang dianggap mulia ketika memberi perhatian pada orang lain atau melakukan itu sebagai bentuk pelayanan. Tidak, saya melakukan semua itu untuk diri saya sendiri. Ketika saya sakit, saya ingin ada yang menolong dan membawakan obat. Ketika saya berbeban berat, saya ingin ada orang yang memberi diri ikut mengangkat beban itu. Ketika saya kehilangan arah, saya ingin ada yang menjelaskan posisi tempat saya berpijak dan menunjukkan ke arah mana saya bisa melanjutkan perjalanan. Ketika saya tidak mampu berdoa, saya ingin ada orang yang terus mengingat saya dalam doa-doanya. Dan ketika saya bersuka cita, saya ingin ada orang yang ikut bersukacita bersama saya, sama halnya ketika saya menangis, saya ingin ada orang yang menangis bersama saya.


"Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka.” (Mat 7:12a)


Minggu, 10 Juli 2011

Journey, day 46

Keluaran 14

Tuhan telah menjatuhkan sepuluh tulah kepada bangsa Mesir sehingga Firaun mengijinkan orang Israel pergi. Dalam perjalanannya ternyata Tuhan memerintahkan kepada Musa agar memimpin rombongan itu untuk balik kembali ke Pi Hahirot di antara Migdol dan laut Teberau, tepatnya di dekat Baal Zefon untuk berkemah disana. Saya tertarik dengan perintah untuk balik kembali. Balik kembali berarti berputar 180°C dan bergerak ke tempat yang sebelumnya pernah dilewati. Kalo hidup adalah tentang mencapai tujuan dan tolak ukur keberhasilan adalah sampai di tempat tujuan dengan seefektif mungkin, maka perintah ini amat sangat menyakitkan. Perjalanan di padang gurun yang kering dengan temperatur yang ekstrim serta cuaca yang bisa sewaktu-waktu berubah diperberat dengan bawaan yang tentu tidak ringan, apalagi ada perempuan dan anak-anak yang harus dijagai. Balik kembali? Siapa yang akan dengan rela hati melakukannya? Bukankah sebelumnya mereka telah mengambil rute yang jauh demi menghindari orang Filistin? Tapi rombongan itu berbuat seperti yang diperintahkan Tuhan. Tidak dijelaskan bagaimana Musa meyakinkan orang-orang Israel itu. Yang pasti Tuhan menyatakan kepada Musa bahwa tujuan mereka balik kembali adalah karena Tuhan hendak menyatakan kemuliaanNya, sehingga orang Mesir mengetahui, bahwa Dialah TUHAN. Bagaimana caraNya? Seperti sebelumnya, Tuhan hendak mengeraskan hati Firaun sehingga ia mengejar orang Israel. Lihatlah Dia bisa mengeraskan hati seseorang demi tujuan yang hendak Dia capai! Jadi benar, terkadang situasi buruk atau orang-orang yang menyulitkan disekitar hidup kita bisa dipakai Tuhan untuk maksud-maksud khusus yang hendak Tuhan kerjakan dalam diri kita.
Benar, hati Firaun dan pegawai-pegawainya berubah. Mereka tidak mau kehilangan budak-budak mereka dan bertekad mengerahkan seluruh kekuatan untuk mengejar orang Israel. Firaun membawa enam ratus kereta yang terpilih, masing-masing lengkap dengan perwiranya serta pasukan berkuda. Dengan kekuatan tersebut mereka pasti mampu mengejar rombongan orang Israel yang tentunya berjalan jauh lebih lambat. Ketika Firaun telah dekat, orang Israel ketakutan dan merekapun berseru kepada Tuhan serta berkata kepada Musa: "Apakah karena tidak ada kuburan di Mesir, maka engkau membawa kami untuk mati di padang gurun ini? Apakah yang kauperbuat ini terhadap kami dengan membawa kami keluar dari Mesir? Bukankah ini telah kami katakan kepadamu di Mesir: Janganlah mengganggu kami dan biarlah kami bekerja pada orang Mesir. Sebab lebih baik bagi kami untuk bekerja pada orang Mesir dari pada mati di padang gurun ini." Seperti apa gemuruh kereta dan pasukan berkuda Firaun di tengah padang pasir? Begitu menakutkankah sehingga orang Israel bisa lupa bagaimana Tuhan telah membuat keajaiban demi keajaiban dalam bentuk tulah yang sebelumnya telah mereka saksikan sendiri? Inilah yang terjadi pada manusia pada umumnya, mudah sekali menganggap sepi kebaikan, kasih setia, pertolongan dan bahkan penebusan yang sudah Tuhan berikan. Pasti kita semua berpikir, memang itu khan pekerjaan Tuhan yaitu melakukan kebaikan, mengasihi, menolong dan menebus dosa manusia. Jadi bukan hal besar kalo Tuhan melakukan itu pada kita? Apa akibatnya? Lihatlah kalo manusia mengalami penderitaan, ketidaknyamanan atau keinginan yang tidak terwujud. Siapa yang akan diteriaki keras-keras, ”Apakah yang Kauperbuat ini terhadap aku?” siapa lagi kalo bukan Tuhan. Karena seruan orang-orang Israel itu, maka Musa berkata kepada bangsa itu: "Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari TUHAN, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya. TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." Dan berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Mengapakah engkau berseru-seru demikian kepada-Ku? Katakanlah kepada orang Israel, supaya mereka berangkat. Dan engkau, angkatlah tongkatmu dan ulurkanlah tanganmu ke atas laut dan belahlah airnya, sehingga orang Israel akan berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering. Tetapi sungguh Aku akan mengeraskan hati orang Mesir, sehingga mereka menyusul orang Israel, dan terhadap Firaun dan seluruh pasukannya, keretanya dan orangnya yang berkuda, Aku akan menyatakan kemuliaan-Ku. Maka orang Mesir akan mengetahui, bahwa Akulah TUHAN, apabila Aku memperlihatkan kemuliaan-Ku terhadap Firaun, keretanya dan orangnya yang berkuda."
Musa tahu apa yang menjadi rencana Tuhan, tapi apakah orang-orang Israel ini menangkap hal yang sama? Sulit untuk melihat karya Tuhan ditengah badai hidup yang sedang mengamuk. Penderitaan akan menjadi fokus hidup yang menyebabkan pandangan kepada Tuhan dan rencanaNya menjadi kabur. Tuhan tahu langkah apa yang harus diambil oleh orang yang sedang bingung, tidak bisa memahami dan bahkan marah pada keadaan, ”Terus berjalan..!” Diam ditempat dan terus bertanya-tanya tidak akan membuat kita mendapatkan jawaban atas persoalan yang kita alami. Tuhan tahu hati manusia, kalopun semua persoalan dijelaskan pada saat itu juga, manusia tidak akan mengerti dan hal yang lebih parah bisa saja terjadi yaitu manusia tidak lagi mau berharap pada pertolongan Tuhan dan lagi-lagi Tuhan tidak ditempatkan pada tempat yang semestinya.
Ayat 19 dan 20 menjelaskan demikian, kemudian bergeraklah Malaikat Allah, yang tadinya berjalan di depan tentara Israel, lalu berjalan di belakang mereka; dan tiang awan itu bergerak dari depan mereka, lalu berdiri di belakang mereka. Demikianlah tiang itu berdiri di antara tentara orang Mesir dan tentara orang Israel; dan oleh karena awan itu menimbulkan kegelapan, maka malam itu lewat, sehingga yang satu tidak dapat mendekati yang lain, semalam-malaman itu.
Tuhan benar-benar berperang melawan tentara Mesir. Lihatlah ternyata ada malaikat yang berdiri di depan rombongan orang israel. Ada malaikat yang menjagai mereka dan bahkan membentengi mereka dari mara bahaya. Dan yang lebih ajaib lagi, Tuhan hadir di sana, ditengah tengah mereka dalam tiang awan yang sekali lagi membuat keajaiban dengan kegelapan yang begitu pekat sehingga kegelapan itu menjadi pemisah antara orang Israel dan tentara mesir. Secara logika, orang Israel sudah tidak mungkin bergerak lagi. Mereka terjepit diantara tentara Mesir dan laut Teberau. Lalu Musa mengulurkan tangannya ke atas laut, dan semalam-malaman itu TUHAN menguakkan air laut dengan perantaraan angin timur yang keras, membuat laut itu menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu. Demikianlah orang Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka. Orang Mesir mengejar dan menyusul mereka--segala kuda Firaun, keretanya dan orangnya yang berkuda--sampai ke tengah-tengah laut. Tuhan menggunakan angin timur yang keras untuk mencapai tujuanNya yaitu menyelamatkan orang Israel. Laut benar-benar kering sehingga bisa dilewati dengan berjalan kaki. Airnya tidak surut tapi sebagai tembok. Dalam melakukan pekerjaanNya, Tuhanpun bisa melawan hukum-hukum alam. Jadi apa yang mustahil bagi Dia?
Tentara Mesir terus mengejar dan pada waktu jaga pagi, TUHAN yang di dalam tiang api dan awan itu memandang kepada tentara orang Mesir, lalu dikacaukan-Nya tentara orang Mesir itu. Ia membuat roda keretanya berjalan miring dan maju dengan berat, sehingga orang Mesir berkata: "Marilah kita lari meninggalkan orang Israel, sebab Tuhanlah yang berperang untuk mereka melawan Mesir." Tentara-tentara Mesir lari ketakutan karena tahu siapa yang sedang berperang melawan mereka. Mereka berlari dengan berbalik arah. Tapi Tuhan tidak pernah meninggakan apa yang telah dimulaiNya. Dia akan selesaikan semua dengan sempurna. Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Ulurkanlah tanganmu ke atas laut, supaya air berbalik meliputi orang Mesir, meliputi kereta mereka dan orang mereka yang berkuda." Air dibelakang tentara mesir yang tadinya sebagai tembok sekarang runtuh dan meliputi mereka. Tak seorangpun yang selamat sedangkan orang Israel masih terus berjalan di tempat yang kering sampai ke sebrang. Hari itu Tuhan benar-benar memperlihatkan siapa diriNya, bukan saja kepada Firaun dan bangsa Mesir tapi juga kapada orang Israel. Benar, Tuhan menyatakan kemuliaanNya.
Pelajaran apa yang bisa  saya ambil? Siapakah saya ini sehingga saya mampu berperang dalam hidup ini. Tidak, saya tidak berperang, Tuhanlah yang berperang bagi saya. Dengan strategi-strategi yang tidak bisa saya analisa secara logika, yang tidak bisa dipahami dengan pikiran saya yang sempit dan terbatas. Terkadang Ia membawa saya berbalik kembali, mengalami hal-hal yang dulu pernah saya alami. Sudah pasti intelektualitas saya menolak dengan keras, ”Aku sudah sejauh ini berjalan dan Engkau membawaku kembali? Bukan waktuku lagi untuk menghadapi persoalan-persoalan seperti ini!” Saya menjadi sombong dan merasa Tuhan telah melakukan yang tidak tepat untuk saya. Tetapi Tuhan tetap bersabar dan meminta saya untuk terus berjalan. Sembari berjalan saya mulai bisa melihat tangan Tuhan yang bekerja, lewat keadaan yang berat, lewat lembah air mata dan lewat orang-orang yang sulit. Dia mengasah kepekaan saya sehingga saya mulai bisa merasakan pimpinanNya. Untuk apa? Untuk memperlihatkan bahwa Dialah Tuhan atas hidup saya. Untuk memperlihatkan bahwa Dialah Tuhan atas alam semesta ini dan bukan orang-orang atau keadaan. Saya jadi tahu bahwa berjalan dalam gelap tidak berarti berjalan sendirian. Tuhan hadir didalam masa-masa kelam, saya tidak ditinggalkan sendirian. Dan ketika saya tidak merasakan kehadiranNya, bisa jadi Dia sedang berpindah, mengambil posisi yang tepat agar saya tidak bersentuhan langsung dengan mara bahaya.

Remember, I wish to be here
As long as you hold ME in your memory
Remember, when your dreams have ended
Time can be transcended
Just remember ME

I’M the one, star that keeps burning so brightly
It is the last light to fight into the rising sun
And with you, whatever you tell
MY story for I’M all I’VE done

I’M that one, voice you’re called
Wind that whisper and you’re listen
You’ll with ME as you cross the sky
As long as I still can reach out and touch you
That I’LL never die

Remember, I’LL never leave you
If you’re lonely remember ME

(Josh Groban - Remember)




Minggu, 03 Juli 2011

Journey, day 39

            Apa ya istilah yang tepat untuk sakit yang disebabkan oleh karena terlalu banyak bekerja didepan komputer? Indikasinya: pusing, pegal-pegal, bosan, bingung dan tidur tak nyenyak. Apa setiap orang yang mencari topik penelitian baru akan mengalami sindrom semacam ini ya? Atau jangan-jangan hanya saya yang mengalaminya..?
            Semakin banyak membaca, semakin banyak tahu, semakin tidak mengerti apa yang harus dilakukan. Huff.. Referensi dari peneliti diseluruh dunia membuat bidang penelitian ini terlihat begitu kompleks dengan masalah. Sama halnya dengan perpolitikan atau marketing, jurnal penelitian ditulis dengan begitu bombastis menjanjikan hasil terbaik bila diaplikasikan dan menyembunyikan celah kekurangan. Celah kekurangan itu hanya bisa ditemukan dengan membandingkan jurnal yang satu dengan yang lain. Kenapa saya harus mempersoalkan begitu banyak kekurangan itu ya? Uppsss.. ternyata alam bawah sadar saya mengerti benar kalau penelitian ini hendak diaplikasikan pada tubuh manusia sehingga harus dipikirkan baik-baik supaya tidak menimbulkan efek samping nantinya.
            Seorang mantan mahasiswa bimbingan saya bertanya kenapa saya harus mencari topik baru? Saya tersenyum dalam hati. Sayangnya saya tidak bisa menceritakan perjalanan penelitian yang penuh dengan dilema ini kepadanya. Sebenarnya tidak perlu heran kenapa dia mempertanyakan itu karena dia pernah menjadi anggota tim penelitian saya dan prospek penelitian ini dia tahu. Penyebabnya bukan hanya berkaitan dengan topik atau obyek penelitian tapi banyak persoalan lain yang undercover. Ini adalah kali ketiga saya harus mencari topik baru.
            Meski saat ini saya mengalami sindrom aneh ini, tapi saya harus terus melangkah maju. Mendownload jurnal dan membacanya, memilah yang tepat kemudian menterjemahkan. Kadang berhari-hari notebook tidak saya matikan dan thanks God.. dia nggak rewelan kayak saya.. Pekerjaan belum selesai, saya masih ditengah upaya menemukan sesuatu yang tepat untuk diteliti.
            Kalau ditilik sejarah perjalanan hidup saya, tempat dimana saya banyak menangis adalah tempat dimana seharusnya saya berada. Kalau saya sampai menangisi sesuatu, itu berarti sesuatu itu sangat penting buat saya. Ya.. saya sudah banyak menangis karena penelitian saya, tapi ternyata saya justru semakin mencintai bidang pekerjaan ini. Dengan meneliti saya bisa jujur terhadap diri sendiri, saya bisa belajar rendah hati karena pengetahuan saya masih sangat sedikit dibanding orang lain dan saya butuh tangan yang kuat untuk memberi saya hikmat dan akal budi.


Pernahkah engkau melihat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Di hadapan raja-raja ia akan berdiri, bukan di hadapan orang-orang yang hina. (Amsal 22:29)


Kamis, 30 Juni 2011

Journey, day 36

Adanya layanan SMS (short message service) membuat kita bisa berkirim pesan dengan cepat dan murah. Tapi saya rasa menjaga sopan santun ketika berkirim pesan adalah wajib hukumnya. Saya pernah merasa harus bicara dengan keponakan saya Tata, tentang cara dia meminta dijemput. Kalimat yang dia kirim via sms singkat saja ”jemput sekarang”. Saya katakan kepadanya kalau SMS itu tidak sopan. Memang demi praktis, orang pasti maunya menulis kalimat sesingkat mungkin. Tapi demi sopan santun saya mengingatkan Tata untuk menuliskan kata ”tolong..” sebelum dia meminta sesuatu. Supaya dia menghargai orang yang lebih tua dan tidak main perintah sesukanya.

Pesan singkat tanpa identitas pengirim lebih menjengkelkan lagi, apalagi bila isinya langsung berkaitan dengan masalah yang sifatnya pribadi tanpa kata-kata pengantar. Memang tidak perlu dihiraukan dan sebaiknya dibiarkan saja. Demi menghindari gangguan semacam ini, saya pernah sampai mengganti nomer HP. Tapi setelah dipikir-pikir, kenapa saya yang harus mengalah? Nomer ini milik saya dan pengirim pesan itu bukan pihak yang harus dianggap penting. Suatu kali juga pernah seorang teman lama mengirim pesan, langsung menanyakan hal yang sifatnya pribadi tanpa basa-basi untuk tahu kondisi saya saat menerima pesan itu. Dan memang pesan itu saya terima ketika saya harus menjaga bayi adik saya yang sedang rewel karena sakit sementara ibunya pergi ke apotik membeli obat. Patutlah saya jengkel dengan pesan singkatnya yang bertubi-tubi karena dia merasa saya tidak menanggapi smsnya. Kami memang dulu akrab tapi apakah bersikap sopan tidak perlu dilakukan?

Ada juga sms yang saya terima ditengah rapat yang serius, isinya sebuah pemberitahuan. Karena saya paham apa yang dia maksud, maka saya jawab ”ya”. Rupanya pengirimnya menanggapinya lain, dia pikir saya marah. Sayangnya juga dia tidak mengkonfirmasi jawaban singkat saya tadi dengan nada kalimat yang biasa saja tapi malah menunjukan nada marah cenderung menggertak. O my goodness...! Seorang kolega tidak kunjung datang dipertemuan penting kami. Saya mengingatkan melalui SMS bahwa saat itu kami ada pertemuan dan saya mendapat jawaban ”maaf saya tidak bisa.” Hanya kalimat itu tanpa memberitahukan alasannya..! Bagaimanapun juga saya tetap atasannya meskipun saya jauh lebih muda dan saya sudah memberitahukan pertemuan itu seminggu sebelumnya lengkap dengan undangan resmi. 

Lama-lama saya jadi benci dengan yang namanya SMS. Ditulis tanpa kita tahu kondisi orang yang menerima, kalimat yang tertulispun bisa diinterpretasikan sesuka hati penerimanya. Kalau memang menganggap penting, mengapa tidak menelpon saja. Dan satu lagi.. saya tidak suka menyingkat kalimat ketika menulis sms, saya hanya menjaga agar penerimanya tidak bingung dan paham benar apa yang saya tulis. Hanya sayangnya, sering orang tidak membacanya baik-baik terlebih dahulu baru membalasnya. Kelihatan sekali kalo pesan itu dibaca sambil lalu.. Oya, semoga anda bukan orang yang pernah dan akan mengalami diputus hubungan, dicerai, atau diPHK lewat SMS. Kalau yang ini anda pasti punya pendapat sendiri khan.. :)


Sekalipun ada emas dan permata banyak, tetapi yang paling berharga ialah bibir yang berpengetahuan. (Amsal 20:15)

Senin, 27 Juni 2011

Journey, day 33

Saya yakin Yeremia 29:11 menjadi salah satu ayat yang sangat favorit untuk orang kristen. Coba baca isinya, ”Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan”. Memang tergantung pada situasi kita masing-masing saat ini, tapi yang jelas, siapapun dan apapun keadaan kita, pasti senang membaca ayat ini. Tuhan memberikan hari depan penuh harapan..!! Meski harus diakui kalau ayat ini juga sering dimanipulasi sedemikian rupa oleh doktrin tertentu, yang berakar pada materialisme.

Hari minggu saya membaca Yeremia 28 di gereja dan saya melanjutkannya dengan membaca dari pasal 24 – 29. Hati saya tersentak ketika sampai pada Yeremia 29:11. Saya tidak menyangka bahwa ayat yang demikian populer itu berawal dari kisah penyanderaan penduduk Yerusalem oleh Nebukadnezar dan mereka dibawa sebagai tawanan ke Babel. Jelas dikatakan bahwa Tuhanlah yang membuang mereka. Saya tidak hendak menggali sejarah, karena bisa jadi salah. Saya hendak mempelajari keputusan Tuhan yang terkesan sangat tidak berpihak pada bangsa Israel. Maka sayapun membaca ulang kitab ini dari awal.

Kenapa Allah tega melakukan itu? Yer 1:16 ”Maka Aku akan menjatuhkan hukuman-Ku atas mereka, karena segala kejahatan mereka, sebab mereka telah meninggalkan Aku, dengan membakar korban kepada allah lain dan sujud menyembah kepada buatan stangannya sendiri”. Dengarlah ratapan Allah di Yer 2: 11b ”pernahkah suatu bangsa menukarkan allahnya meskipun itu sebenarnya bukan allah? Tetapi umat-Ku menukarkan Kemuliaannya dengan apa yang tidak berguna”. Disambung dengan ayat 17  ”Bukankah engkau sendiri yang menimpakan ini ke atas dirimu, oleh karena engkau meninggalkan TUHAN, Allahmu, ketika Ia menuntun engkau di jalan?”

Inilah hukuman bagi bangsa Israel, dibebaskan dari status budak di Mesir, kini kembali menjadi budak di Babel. ”Adakah Israel itu budak atau anak budak? Maka mengapa ia menjadi rampasan?” (Yer 2:14). Allah meminta dengan sangat supaya umatnya setia. Allah bersabar dengan sikap hati bangsa Israel yang mudah berubah. Tapi ketika posisinya digantikan oleh allah lain, Allah tidak tinggal diam. Peringatan keras diberikan lewat nabi Yeremia dan hukuman yang berat dijatuhkan atas penduduk Israel. Karena peringatan melalui nabi-nabi sebelum Yeremia tidak diindahkan. Allah benar-benar tidak membiarkan setiap firman yang diucapkan kembali dengan sia-sia.

Beberapa waktu kedepan saya akan mempelajari kitab Yeremia, supaya tahu maksud Allah ketika Dia mengatakan kalimat ini; ”Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan”. Supaya saya tidak keGRan dan mengambil persepsi yang salah tentang pribadi Allah.

Sabtu, 25 Juni 2011

Journey, day 32


Banyak yang terjadi seminggu kemarin dan saya benar-benar tidak punya waktu untuk menulis karena ada hal yang lebih penting, mencari jurnal di internet dan membacanya. Beberapa persoalan lain cukup membuat saya semakin kehilangan semangat untuk menulis. Akhirnya saya memutuskan untuk mencari sepatu olah raga dan berjalan kaki menuju ke rumah kakak laki-laki saya. Saya tak hendak berolah raga, saya hanya ingin menikmati berjalan kaki dan membiarkan otak saya berpikir tentang hal-hal yang ringan. Dua puluh menit berjalan seorang diri, saya tidak merasakan lelah sama sekali. Sampai ditempat tujuan ternyata kakak saya sedang bersiap untuk berjalan kaki juga. Akhirnya saya berjalan kaki lagi, tapi kali ini bertiga dengan tata. Menyusuri jalan-jalan di perkampungan, melewati ladang-ladang dengan udara yang sejuk dan matahari yang tidak lagi menyengat. Tak terasa lebih dari satu jam kami berjalan dan ternyata berjalan kaki sangat menyenangkan. Selama ini olah raga saya hanya berenang, itupun jarang saya lakukan karena meski sedang musim kemarau, disini hawanya dingin.
            Saya pulang ke rumah dan kembali membaca. Kali ini bukan jurnal penelitian tapi tulisan-tulisan Stephen Hawking, diantaranya berjudul Does God play Dice? Sebuah artikel tentang apakah kita bisa merancangkan masa depan ataukah masa depan itu bersifat sembarang dan acak. Saya membacanya karena ingin tahu tentang The Theory of Everything tapi saya belum mendapatkan bukunya. Artikel itu bagus sekali karena hukum-hukum fisika dan persamaan matematika yang rumit bisa dijelaskan sedemikian rupa sehingga orang awampun bisa mengerti. A butterfly flapping its wings can cause rain in Central Park, New York. The trouble is, it is not repeatable. The next time the butterfly flaps its wings, a host of other things will be different, which will also influence the weather. That is why weather forecasts are so unreliable. Bagaimana bisa? Mekanika kuantum jawabannya..
Ada kejadian di hari jumat siang. Saya sedang di ruang kerja saya, sembari bekerja saya chatting dengan seorang teman. Sesekali saya mencium aroma yang sangat wangi, seperti wangi cendana. Awalnya saya pikir itu adalah parfum mahasiwa saya yang barusan menemui saya, jadi saya biarkan saja. Tapi wangi itu datang lagi, terus dan terus. Saya mencoba mencarinya disemua sudut ruangan, sampai ke ruang sebelah bahkan sampai ke luar ruangan tapi tidak ketemu. Sementara tidak ada orang lain di laboratorium saya. Mulailah saya berpikir yang tidak-tidak, mungkin ada hantu, malah teman chatting saya bilang, mungkin ada yang mau meninggal. Waduh, saya harus turun ke lantai 2 dan melanjutkan kerjaan disana, keadaan sudah mulai gak bener ni.. Tiba-tiba wangi itu muncul kembali, akhirnya saya cari lagi dan ternyata sumbernya adalah sebuah kantong plastik hitam tepat disamping notebook saya. Di dalamnya ada teh manis. Saya coba cium, benar memang wanginya dari situ. Saya tertawa sendiri, teh tadi panas waktu saya bawa dari kantin. Panasnya menyebabkan senyawa aditif dalam plastik menguap keluar, berbaur dengan wangi teh kemudian menghasilkan wangi cendana. Begitulah cara orang membuat parfum, campuran senyawa-senyawa aromatik dengan komposisi tertentu menghasilkan wewangian yang beragam. Hembusan angin dari AC membuat wangi itu seolah datang dan pergi.
            Mengapa teman saya berkata “mungkin ada yang mau meninggal”. Ungkapan ini tidak asing bukan? Dan kita pasti meragukan kebenarannya, tapi dari apa yang dikatakan Hawking tadi, bisa jadi diwaktu yang lalu ada wangi yang tiba-tiba muncul dan tiba-tiba pula ada orang yang meninggal. Begitu mengesankannya kejadian itu sehingga selalu diingat orang. Sayangnya tidak repeatable, jadi tidak bisa dijadikan suatu teori. Heheee... :)




Senin, 20 Juni 2011

Journey, day 28

         Saya sedang membaca Reaching for the invisible God ketika sebuah pesan dari seorang teman masuk ke HP saya, isinya singkat, ”pernah tidak merasa enggan pergi ke gereja?” Saya tersenyum membacanya dan dengan yakin saya jawab, ”bukan pernah lagi, sangat sering..!” Saya cukup mengenal teman saya ini dan banyak kagum dengannya. Beberapa kenangan masih saya rekam baik-baik meski kami tidak pernah berjumpa lagi. Dia adalah perempuan muda yang ceria dan penuh semangat. Kehadirannya membawa kegembiraan dengan candaannya yang segar. Saya salut padanya karena tidak pernah mendapati dia mengeluh meskipun dia tidak bisa menyembunyikan rasa sakitnya ketika diserang virus rubela dan CMV. Salah seorang teman kami meninggal dunia karena virus tersebut. Disaat dia berjuang dengan sakitnya, teman prianya meninggalkan dia untuk berpacaran dengan sahabatnya sendiri. Tak lama kemudian mamanya terserang kanker dan akhirnya dipanggil Tuhan. Belum habis sampai disitu, dia jatuh dikamar mandi dan mengalami cedera tulang punggung. Saya sedih ketika mendengar dari orang lain dia tidak lagi menjadi staf di sebuah lembaga pelayanan, saya tahu keputusan itu tidak mudah untuknya. Bagi saya, keberadaan dia di lembaga tersebut memberi spirit tersendiri. Waktu saya coba tanyakan kedia tentang berita tersebut, kali itupun dia masih bisa bercerita dengan tegar. Saya menjadi salah satu orang yang berbahagia ketika dia menikah meski tidak dapat menghadiri acara pernikahannya. Tapi persoalan hidup tak lepas darinya. Dua hari lalu dia bercerita kalau sudah dua kali mengalami keguguran. Saya hanya bisa bergumam, “Oh.. my Godddd..!” Hari ini saya menangkap nada mengeluh dalam pesannya, “hidupku kog hanya seperti ini saja..” Saya menjawab pesan itu “Pergilah ke gereja, siapa tau kamu mendapatkan jawaban atas pertanyaanmu itu. Nanti sesudah kamu pulang gereja, kita bicara lagi.”
Sepanjang masa-masa pergumulan, terkadang saya ingin sekali berdiri di atas puncak gunung yang sangat tinggi dan tak jarang saya ingin bersujud sampai muka menyentuh lantai. Dilain waktu saya ingin menghabiskan waktu seharian dibukit doa tapi pernah juga saya ingin membenturkan tubuh pada dinding. Ada saat dimana saya berjalan dengan tegak tapi saya bisa sangat ciut beberapa saat kemudian. Saya frustasi, berusaha memahami Allah tapi tidak mendapatkan kelegaan. Dengan berdiri di puncak gunung yang tinggi mungkin saya lebih bisa mendengar suaraNya atau merendahkan diri serendah-rendahNya mungkin akan membuat Allah berkenan. Siapa tau kesombongan sayalah yang membuat Allah tidak mau memperdulikan saya. Mengkhususkan waktu seharian berdoa ditempat yang hening, mungkin bisa membuat saya fokus pada Allah dan bukan diri saya sendiri. Saya berusaha bertahan, tapi  kesabaran saya hilang dan saya menjadi sangat marah karena tak juga mengerti, sampai saya ingin melemparkan tubuh ke dinding. Sedikit pengertian memberi bahan bakar sehingga api saya menyala lagi, tapi ternyata tidak berlangsung lama. Saya surut, saya mundur teratur sebagai pecundang dalam upaya memahami kenyataan hidup dari sudut iman percaya saya.
            Perempuan muda teman saya itu akhirnya pertahanannya runtuh juga. Bergelut dengan rasa sakit yang tak kunjung usai, berbenturan dengan doa-doa yang tak terjawab, diapun merasa bosan. Sebuah pesan masuk lagi ke HP saya. Dari seorang teman diujung timur Indonesia. Dia tidak bisa tidur, jadi dia menggoda saya dengan mengirimkan cerita-cerita lucu khas papua yang biasa disebut mob. Beberapa cerita sangat lucu sampai saya tertawa terus bila mengingatnya. Ada juga cerita yang membuat saya tersenyum kecut.

Pace 1 mabuk parah..
Dia ikut antri di sungai Nil untuk dibaptis.
Pas tiba giliran pace, pastor celup pace pung kepala ke dalam air..
Lalu dengan jengkel pastor bertanya kepada pace :
‘Sudahkan anda menemukan Yesus ??’
Jawab pace : ‘belum bapa..’
Pastor celup pace punya kepala lagi, tapi kali ini lebih lama dan kembali bertanya :
’apakah anda sudah menemukan Yesus??’
Dengan nafas satu-satu pace bilang:
‘apakah pastor yakin Yesus tenggelam di sekitar sini kah.. ???’

Pagi tadi di gereja pendeta berkotbah tentang Allah yang hidup dan masih terus berkarya. Lantas mengapa tanda-tanda kehidupannya sulit dirasakan? Orang-orang yang baik dan mencintai Tuhan dengan tulus dibiarkan menderita. Perjalanan hidup ditempuh dengan jalan yang berliku dan jatuh bangun. Kalau Allah menciptakan dunia ini sedemikian rupa sehingga kompatibel untuk didiami manusia, mengapa kehidupan tidak lantas menjadi mudah?
            Kembali pada buku yang sedang saya baca. Entah sebelumnya berapa kali saya sudah membacanya tapi membacanya lagi ternyata tidaklah mudah. Pada bagian awal buku, saya seperti memasuki labirin, saya bingung dan frustasi karena saya tidak tahu posisi saya berpijak. Mengapa saya seperti ini? Buku ini saya baca ulang dalam keadaan saya bergumul dengan upaya untuk mencari Tuhan yang tidak terlihat. Semua fakta yang dipertontonkan Yancey di awal buku, seperti berbicara tentang diri saya. Dihalaman 1, Yancey menuliskan ayat yang diambil dari Yeremia 9 :23-24 sebagai pembuka bukunya. Dan kalau anda melihat perjalanan hari pertama saya (journey day 1), saya mengutip Yeremia 9 :24 sebagai tujuan akhir yang saya tetapkan ketika memulai perjalanan ini. Disini saya berhenti, saya tidak bisa memahami Allah tapi rupanya saya bisa merasakan kehadiranNya dari peristiwa-peristiwa yang terangkai hari ini. Sayapun berangkat tidur dengan kepala sedikit pusing.

Segera ayah anak itu berteriak: "Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!" (Markus 9:24)