Kamis, 30 Juni 2011

Journey, day 36

Adanya layanan SMS (short message service) membuat kita bisa berkirim pesan dengan cepat dan murah. Tapi saya rasa menjaga sopan santun ketika berkirim pesan adalah wajib hukumnya. Saya pernah merasa harus bicara dengan keponakan saya Tata, tentang cara dia meminta dijemput. Kalimat yang dia kirim via sms singkat saja ”jemput sekarang”. Saya katakan kepadanya kalau SMS itu tidak sopan. Memang demi praktis, orang pasti maunya menulis kalimat sesingkat mungkin. Tapi demi sopan santun saya mengingatkan Tata untuk menuliskan kata ”tolong..” sebelum dia meminta sesuatu. Supaya dia menghargai orang yang lebih tua dan tidak main perintah sesukanya.

Pesan singkat tanpa identitas pengirim lebih menjengkelkan lagi, apalagi bila isinya langsung berkaitan dengan masalah yang sifatnya pribadi tanpa kata-kata pengantar. Memang tidak perlu dihiraukan dan sebaiknya dibiarkan saja. Demi menghindari gangguan semacam ini, saya pernah sampai mengganti nomer HP. Tapi setelah dipikir-pikir, kenapa saya yang harus mengalah? Nomer ini milik saya dan pengirim pesan itu bukan pihak yang harus dianggap penting. Suatu kali juga pernah seorang teman lama mengirim pesan, langsung menanyakan hal yang sifatnya pribadi tanpa basa-basi untuk tahu kondisi saya saat menerima pesan itu. Dan memang pesan itu saya terima ketika saya harus menjaga bayi adik saya yang sedang rewel karena sakit sementara ibunya pergi ke apotik membeli obat. Patutlah saya jengkel dengan pesan singkatnya yang bertubi-tubi karena dia merasa saya tidak menanggapi smsnya. Kami memang dulu akrab tapi apakah bersikap sopan tidak perlu dilakukan?

Ada juga sms yang saya terima ditengah rapat yang serius, isinya sebuah pemberitahuan. Karena saya paham apa yang dia maksud, maka saya jawab ”ya”. Rupanya pengirimnya menanggapinya lain, dia pikir saya marah. Sayangnya juga dia tidak mengkonfirmasi jawaban singkat saya tadi dengan nada kalimat yang biasa saja tapi malah menunjukan nada marah cenderung menggertak. O my goodness...! Seorang kolega tidak kunjung datang dipertemuan penting kami. Saya mengingatkan melalui SMS bahwa saat itu kami ada pertemuan dan saya mendapat jawaban ”maaf saya tidak bisa.” Hanya kalimat itu tanpa memberitahukan alasannya..! Bagaimanapun juga saya tetap atasannya meskipun saya jauh lebih muda dan saya sudah memberitahukan pertemuan itu seminggu sebelumnya lengkap dengan undangan resmi. 

Lama-lama saya jadi benci dengan yang namanya SMS. Ditulis tanpa kita tahu kondisi orang yang menerima, kalimat yang tertulispun bisa diinterpretasikan sesuka hati penerimanya. Kalau memang menganggap penting, mengapa tidak menelpon saja. Dan satu lagi.. saya tidak suka menyingkat kalimat ketika menulis sms, saya hanya menjaga agar penerimanya tidak bingung dan paham benar apa yang saya tulis. Hanya sayangnya, sering orang tidak membacanya baik-baik terlebih dahulu baru membalasnya. Kelihatan sekali kalo pesan itu dibaca sambil lalu.. Oya, semoga anda bukan orang yang pernah dan akan mengalami diputus hubungan, dicerai, atau diPHK lewat SMS. Kalau yang ini anda pasti punya pendapat sendiri khan.. :)


Sekalipun ada emas dan permata banyak, tetapi yang paling berharga ialah bibir yang berpengetahuan. (Amsal 20:15)