Kamis, 30 Juni 2011

Journey, day 36

Adanya layanan SMS (short message service) membuat kita bisa berkirim pesan dengan cepat dan murah. Tapi saya rasa menjaga sopan santun ketika berkirim pesan adalah wajib hukumnya. Saya pernah merasa harus bicara dengan keponakan saya Tata, tentang cara dia meminta dijemput. Kalimat yang dia kirim via sms singkat saja ”jemput sekarang”. Saya katakan kepadanya kalau SMS itu tidak sopan. Memang demi praktis, orang pasti maunya menulis kalimat sesingkat mungkin. Tapi demi sopan santun saya mengingatkan Tata untuk menuliskan kata ”tolong..” sebelum dia meminta sesuatu. Supaya dia menghargai orang yang lebih tua dan tidak main perintah sesukanya.

Pesan singkat tanpa identitas pengirim lebih menjengkelkan lagi, apalagi bila isinya langsung berkaitan dengan masalah yang sifatnya pribadi tanpa kata-kata pengantar. Memang tidak perlu dihiraukan dan sebaiknya dibiarkan saja. Demi menghindari gangguan semacam ini, saya pernah sampai mengganti nomer HP. Tapi setelah dipikir-pikir, kenapa saya yang harus mengalah? Nomer ini milik saya dan pengirim pesan itu bukan pihak yang harus dianggap penting. Suatu kali juga pernah seorang teman lama mengirim pesan, langsung menanyakan hal yang sifatnya pribadi tanpa basa-basi untuk tahu kondisi saya saat menerima pesan itu. Dan memang pesan itu saya terima ketika saya harus menjaga bayi adik saya yang sedang rewel karena sakit sementara ibunya pergi ke apotik membeli obat. Patutlah saya jengkel dengan pesan singkatnya yang bertubi-tubi karena dia merasa saya tidak menanggapi smsnya. Kami memang dulu akrab tapi apakah bersikap sopan tidak perlu dilakukan?

Ada juga sms yang saya terima ditengah rapat yang serius, isinya sebuah pemberitahuan. Karena saya paham apa yang dia maksud, maka saya jawab ”ya”. Rupanya pengirimnya menanggapinya lain, dia pikir saya marah. Sayangnya juga dia tidak mengkonfirmasi jawaban singkat saya tadi dengan nada kalimat yang biasa saja tapi malah menunjukan nada marah cenderung menggertak. O my goodness...! Seorang kolega tidak kunjung datang dipertemuan penting kami. Saya mengingatkan melalui SMS bahwa saat itu kami ada pertemuan dan saya mendapat jawaban ”maaf saya tidak bisa.” Hanya kalimat itu tanpa memberitahukan alasannya..! Bagaimanapun juga saya tetap atasannya meskipun saya jauh lebih muda dan saya sudah memberitahukan pertemuan itu seminggu sebelumnya lengkap dengan undangan resmi. 

Lama-lama saya jadi benci dengan yang namanya SMS. Ditulis tanpa kita tahu kondisi orang yang menerima, kalimat yang tertulispun bisa diinterpretasikan sesuka hati penerimanya. Kalau memang menganggap penting, mengapa tidak menelpon saja. Dan satu lagi.. saya tidak suka menyingkat kalimat ketika menulis sms, saya hanya menjaga agar penerimanya tidak bingung dan paham benar apa yang saya tulis. Hanya sayangnya, sering orang tidak membacanya baik-baik terlebih dahulu baru membalasnya. Kelihatan sekali kalo pesan itu dibaca sambil lalu.. Oya, semoga anda bukan orang yang pernah dan akan mengalami diputus hubungan, dicerai, atau diPHK lewat SMS. Kalau yang ini anda pasti punya pendapat sendiri khan.. :)


Sekalipun ada emas dan permata banyak, tetapi yang paling berharga ialah bibir yang berpengetahuan. (Amsal 20:15)

Senin, 27 Juni 2011

Journey, day 33

Saya yakin Yeremia 29:11 menjadi salah satu ayat yang sangat favorit untuk orang kristen. Coba baca isinya, ”Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan”. Memang tergantung pada situasi kita masing-masing saat ini, tapi yang jelas, siapapun dan apapun keadaan kita, pasti senang membaca ayat ini. Tuhan memberikan hari depan penuh harapan..!! Meski harus diakui kalau ayat ini juga sering dimanipulasi sedemikian rupa oleh doktrin tertentu, yang berakar pada materialisme.

Hari minggu saya membaca Yeremia 28 di gereja dan saya melanjutkannya dengan membaca dari pasal 24 – 29. Hati saya tersentak ketika sampai pada Yeremia 29:11. Saya tidak menyangka bahwa ayat yang demikian populer itu berawal dari kisah penyanderaan penduduk Yerusalem oleh Nebukadnezar dan mereka dibawa sebagai tawanan ke Babel. Jelas dikatakan bahwa Tuhanlah yang membuang mereka. Saya tidak hendak menggali sejarah, karena bisa jadi salah. Saya hendak mempelajari keputusan Tuhan yang terkesan sangat tidak berpihak pada bangsa Israel. Maka sayapun membaca ulang kitab ini dari awal.

Kenapa Allah tega melakukan itu? Yer 1:16 ”Maka Aku akan menjatuhkan hukuman-Ku atas mereka, karena segala kejahatan mereka, sebab mereka telah meninggalkan Aku, dengan membakar korban kepada allah lain dan sujud menyembah kepada buatan stangannya sendiri”. Dengarlah ratapan Allah di Yer 2: 11b ”pernahkah suatu bangsa menukarkan allahnya meskipun itu sebenarnya bukan allah? Tetapi umat-Ku menukarkan Kemuliaannya dengan apa yang tidak berguna”. Disambung dengan ayat 17  ”Bukankah engkau sendiri yang menimpakan ini ke atas dirimu, oleh karena engkau meninggalkan TUHAN, Allahmu, ketika Ia menuntun engkau di jalan?”

Inilah hukuman bagi bangsa Israel, dibebaskan dari status budak di Mesir, kini kembali menjadi budak di Babel. ”Adakah Israel itu budak atau anak budak? Maka mengapa ia menjadi rampasan?” (Yer 2:14). Allah meminta dengan sangat supaya umatnya setia. Allah bersabar dengan sikap hati bangsa Israel yang mudah berubah. Tapi ketika posisinya digantikan oleh allah lain, Allah tidak tinggal diam. Peringatan keras diberikan lewat nabi Yeremia dan hukuman yang berat dijatuhkan atas penduduk Israel. Karena peringatan melalui nabi-nabi sebelum Yeremia tidak diindahkan. Allah benar-benar tidak membiarkan setiap firman yang diucapkan kembali dengan sia-sia.

Beberapa waktu kedepan saya akan mempelajari kitab Yeremia, supaya tahu maksud Allah ketika Dia mengatakan kalimat ini; ”Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan”. Supaya saya tidak keGRan dan mengambil persepsi yang salah tentang pribadi Allah.

Sabtu, 25 Juni 2011

Journey, day 32


Banyak yang terjadi seminggu kemarin dan saya benar-benar tidak punya waktu untuk menulis karena ada hal yang lebih penting, mencari jurnal di internet dan membacanya. Beberapa persoalan lain cukup membuat saya semakin kehilangan semangat untuk menulis. Akhirnya saya memutuskan untuk mencari sepatu olah raga dan berjalan kaki menuju ke rumah kakak laki-laki saya. Saya tak hendak berolah raga, saya hanya ingin menikmati berjalan kaki dan membiarkan otak saya berpikir tentang hal-hal yang ringan. Dua puluh menit berjalan seorang diri, saya tidak merasakan lelah sama sekali. Sampai ditempat tujuan ternyata kakak saya sedang bersiap untuk berjalan kaki juga. Akhirnya saya berjalan kaki lagi, tapi kali ini bertiga dengan tata. Menyusuri jalan-jalan di perkampungan, melewati ladang-ladang dengan udara yang sejuk dan matahari yang tidak lagi menyengat. Tak terasa lebih dari satu jam kami berjalan dan ternyata berjalan kaki sangat menyenangkan. Selama ini olah raga saya hanya berenang, itupun jarang saya lakukan karena meski sedang musim kemarau, disini hawanya dingin.
            Saya pulang ke rumah dan kembali membaca. Kali ini bukan jurnal penelitian tapi tulisan-tulisan Stephen Hawking, diantaranya berjudul Does God play Dice? Sebuah artikel tentang apakah kita bisa merancangkan masa depan ataukah masa depan itu bersifat sembarang dan acak. Saya membacanya karena ingin tahu tentang The Theory of Everything tapi saya belum mendapatkan bukunya. Artikel itu bagus sekali karena hukum-hukum fisika dan persamaan matematika yang rumit bisa dijelaskan sedemikian rupa sehingga orang awampun bisa mengerti. A butterfly flapping its wings can cause rain in Central Park, New York. The trouble is, it is not repeatable. The next time the butterfly flaps its wings, a host of other things will be different, which will also influence the weather. That is why weather forecasts are so unreliable. Bagaimana bisa? Mekanika kuantum jawabannya..
Ada kejadian di hari jumat siang. Saya sedang di ruang kerja saya, sembari bekerja saya chatting dengan seorang teman. Sesekali saya mencium aroma yang sangat wangi, seperti wangi cendana. Awalnya saya pikir itu adalah parfum mahasiwa saya yang barusan menemui saya, jadi saya biarkan saja. Tapi wangi itu datang lagi, terus dan terus. Saya mencoba mencarinya disemua sudut ruangan, sampai ke ruang sebelah bahkan sampai ke luar ruangan tapi tidak ketemu. Sementara tidak ada orang lain di laboratorium saya. Mulailah saya berpikir yang tidak-tidak, mungkin ada hantu, malah teman chatting saya bilang, mungkin ada yang mau meninggal. Waduh, saya harus turun ke lantai 2 dan melanjutkan kerjaan disana, keadaan sudah mulai gak bener ni.. Tiba-tiba wangi itu muncul kembali, akhirnya saya cari lagi dan ternyata sumbernya adalah sebuah kantong plastik hitam tepat disamping notebook saya. Di dalamnya ada teh manis. Saya coba cium, benar memang wanginya dari situ. Saya tertawa sendiri, teh tadi panas waktu saya bawa dari kantin. Panasnya menyebabkan senyawa aditif dalam plastik menguap keluar, berbaur dengan wangi teh kemudian menghasilkan wangi cendana. Begitulah cara orang membuat parfum, campuran senyawa-senyawa aromatik dengan komposisi tertentu menghasilkan wewangian yang beragam. Hembusan angin dari AC membuat wangi itu seolah datang dan pergi.
            Mengapa teman saya berkata “mungkin ada yang mau meninggal”. Ungkapan ini tidak asing bukan? Dan kita pasti meragukan kebenarannya, tapi dari apa yang dikatakan Hawking tadi, bisa jadi diwaktu yang lalu ada wangi yang tiba-tiba muncul dan tiba-tiba pula ada orang yang meninggal. Begitu mengesankannya kejadian itu sehingga selalu diingat orang. Sayangnya tidak repeatable, jadi tidak bisa dijadikan suatu teori. Heheee... :)




Senin, 20 Juni 2011

Journey, day 28

         Saya sedang membaca Reaching for the invisible God ketika sebuah pesan dari seorang teman masuk ke HP saya, isinya singkat, ”pernah tidak merasa enggan pergi ke gereja?” Saya tersenyum membacanya dan dengan yakin saya jawab, ”bukan pernah lagi, sangat sering..!” Saya cukup mengenal teman saya ini dan banyak kagum dengannya. Beberapa kenangan masih saya rekam baik-baik meski kami tidak pernah berjumpa lagi. Dia adalah perempuan muda yang ceria dan penuh semangat. Kehadirannya membawa kegembiraan dengan candaannya yang segar. Saya salut padanya karena tidak pernah mendapati dia mengeluh meskipun dia tidak bisa menyembunyikan rasa sakitnya ketika diserang virus rubela dan CMV. Salah seorang teman kami meninggal dunia karena virus tersebut. Disaat dia berjuang dengan sakitnya, teman prianya meninggalkan dia untuk berpacaran dengan sahabatnya sendiri. Tak lama kemudian mamanya terserang kanker dan akhirnya dipanggil Tuhan. Belum habis sampai disitu, dia jatuh dikamar mandi dan mengalami cedera tulang punggung. Saya sedih ketika mendengar dari orang lain dia tidak lagi menjadi staf di sebuah lembaga pelayanan, saya tahu keputusan itu tidak mudah untuknya. Bagi saya, keberadaan dia di lembaga tersebut memberi spirit tersendiri. Waktu saya coba tanyakan kedia tentang berita tersebut, kali itupun dia masih bisa bercerita dengan tegar. Saya menjadi salah satu orang yang berbahagia ketika dia menikah meski tidak dapat menghadiri acara pernikahannya. Tapi persoalan hidup tak lepas darinya. Dua hari lalu dia bercerita kalau sudah dua kali mengalami keguguran. Saya hanya bisa bergumam, “Oh.. my Godddd..!” Hari ini saya menangkap nada mengeluh dalam pesannya, “hidupku kog hanya seperti ini saja..” Saya menjawab pesan itu “Pergilah ke gereja, siapa tau kamu mendapatkan jawaban atas pertanyaanmu itu. Nanti sesudah kamu pulang gereja, kita bicara lagi.”
Sepanjang masa-masa pergumulan, terkadang saya ingin sekali berdiri di atas puncak gunung yang sangat tinggi dan tak jarang saya ingin bersujud sampai muka menyentuh lantai. Dilain waktu saya ingin menghabiskan waktu seharian dibukit doa tapi pernah juga saya ingin membenturkan tubuh pada dinding. Ada saat dimana saya berjalan dengan tegak tapi saya bisa sangat ciut beberapa saat kemudian. Saya frustasi, berusaha memahami Allah tapi tidak mendapatkan kelegaan. Dengan berdiri di puncak gunung yang tinggi mungkin saya lebih bisa mendengar suaraNya atau merendahkan diri serendah-rendahNya mungkin akan membuat Allah berkenan. Siapa tau kesombongan sayalah yang membuat Allah tidak mau memperdulikan saya. Mengkhususkan waktu seharian berdoa ditempat yang hening, mungkin bisa membuat saya fokus pada Allah dan bukan diri saya sendiri. Saya berusaha bertahan, tapi  kesabaran saya hilang dan saya menjadi sangat marah karena tak juga mengerti, sampai saya ingin melemparkan tubuh ke dinding. Sedikit pengertian memberi bahan bakar sehingga api saya menyala lagi, tapi ternyata tidak berlangsung lama. Saya surut, saya mundur teratur sebagai pecundang dalam upaya memahami kenyataan hidup dari sudut iman percaya saya.
            Perempuan muda teman saya itu akhirnya pertahanannya runtuh juga. Bergelut dengan rasa sakit yang tak kunjung usai, berbenturan dengan doa-doa yang tak terjawab, diapun merasa bosan. Sebuah pesan masuk lagi ke HP saya. Dari seorang teman diujung timur Indonesia. Dia tidak bisa tidur, jadi dia menggoda saya dengan mengirimkan cerita-cerita lucu khas papua yang biasa disebut mob. Beberapa cerita sangat lucu sampai saya tertawa terus bila mengingatnya. Ada juga cerita yang membuat saya tersenyum kecut.

Pace 1 mabuk parah..
Dia ikut antri di sungai Nil untuk dibaptis.
Pas tiba giliran pace, pastor celup pace pung kepala ke dalam air..
Lalu dengan jengkel pastor bertanya kepada pace :
‘Sudahkan anda menemukan Yesus ??’
Jawab pace : ‘belum bapa..’
Pastor celup pace punya kepala lagi, tapi kali ini lebih lama dan kembali bertanya :
’apakah anda sudah menemukan Yesus??’
Dengan nafas satu-satu pace bilang:
‘apakah pastor yakin Yesus tenggelam di sekitar sini kah.. ???’

Pagi tadi di gereja pendeta berkotbah tentang Allah yang hidup dan masih terus berkarya. Lantas mengapa tanda-tanda kehidupannya sulit dirasakan? Orang-orang yang baik dan mencintai Tuhan dengan tulus dibiarkan menderita. Perjalanan hidup ditempuh dengan jalan yang berliku dan jatuh bangun. Kalau Allah menciptakan dunia ini sedemikian rupa sehingga kompatibel untuk didiami manusia, mengapa kehidupan tidak lantas menjadi mudah?
            Kembali pada buku yang sedang saya baca. Entah sebelumnya berapa kali saya sudah membacanya tapi membacanya lagi ternyata tidaklah mudah. Pada bagian awal buku, saya seperti memasuki labirin, saya bingung dan frustasi karena saya tidak tahu posisi saya berpijak. Mengapa saya seperti ini? Buku ini saya baca ulang dalam keadaan saya bergumul dengan upaya untuk mencari Tuhan yang tidak terlihat. Semua fakta yang dipertontonkan Yancey di awal buku, seperti berbicara tentang diri saya. Dihalaman 1, Yancey menuliskan ayat yang diambil dari Yeremia 9 :23-24 sebagai pembuka bukunya. Dan kalau anda melihat perjalanan hari pertama saya (journey day 1), saya mengutip Yeremia 9 :24 sebagai tujuan akhir yang saya tetapkan ketika memulai perjalanan ini. Disini saya berhenti, saya tidak bisa memahami Allah tapi rupanya saya bisa merasakan kehadiranNya dari peristiwa-peristiwa yang terangkai hari ini. Sayapun berangkat tidur dengan kepala sedikit pusing.

Segera ayah anak itu berteriak: "Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!" (Markus 9:24)


Kamis, 16 Juni 2011

Journey, day 25

   Saya pikir profesi saya adalah profesi yang berat, khususnya untuk tugas membimbing mahasiswa tugas akhir. Meski secara waktu saya tidak terikat dengan jam kerja yang ketat tapi tanggung jawab moralnya begitu besar. Setiap tahun mahasiswa datang dan pergi. Tugas utama saya adalah menjadikan mereka pribadi yang kompeten dalam bidang kimia fisik dan memiliki attitude yang baik. Seperti mesin pencetak suatu produk. Standar produk yang diberlakukan sama, hanya raw materialnya berbeda. Saya bilang berat, karena entah kualitas raw materialnya seperti apa, saya harus mengolahnya sedemikan rupa sehingga menjadi produk yang memenuhi standar.
   Pekerjaan saya bukan suatu proses yang berkelanjutan sehingga suatu saat saya bisa sampai dipuncak keberhasilan tertinggi. Ketika proses berjalan baik dan saya berhasil mendapatkan produk yang berkualitas baik, saya harus melepaskannya dan memulai proses yang baru lagi. Huh.. betapa melelahkan.. Saya bukan orang yang sabar, saya ingin segera mencicipi puding yang saya buat, saya ingin berada digaris depan suatu antrean, saya mati gaya karena listrik padam, saya tidak suka mengulang instruksi dan saya tidak suka menghabiskan waktu menonton film hanya untuk tahu kalau film tersebut ternyata jelek, saya suka mengecek kualitas film dengan mempercepat putaran VCD/DVD. Saya benar-benar tidak sabaran..
   Tapi ternyata ada hal lain yang saya dapatkan. Saya jadi makin banyak belajar dan akhirnya makin banyak yang saya kuasai. Atau bisa dibilang, ternyata saya belajar bersama mereka. Semakin tinggi tuntutan yang saya minta, semakin tinggi pula saya mendorong diri sendiri untuk belajar lebih banyak. Saya pernah memikirkan hal ini, profesi ini tidak akan membuat kaya secara materi, tapi bisakah saya mendapatkan kekayaan dalam hal yang lain? Ternyata banyak kekayaan lain yang saya dapat, saya senang kalau pada akhirnya mahasiswa memiliki tingkat pemahaman setara dengan saya atau bahkan lebih tinggi. Karena itu berarti motivasi yang saya berikan ditangkap dengan cara yang positif. Saya senang kalau mereka bisa menghasilkan karya sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki. Seandainya dulu saya dibimbing seperti saya membimbing mereka, pastinya sekarang saya sudah menjadi orang yang hebat. Tapi ngomong-ngomong, ternyata dari tadi saya banyak menggunakan kata saya.. disamping membosankan, ternyata saya narsis juga ya.. heheee..

Saudara-saudaraku, janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru; sebab kita tahu, bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat. (Yakobus 3:1)

Selasa, 14 Juni 2011

Journey, day 23

Hari yang baik dimulai dengan sarapan yang baik dan musik yang baik. Segelas jus pepaya-mangga dimix dengan yogurt membawa saya duduk dihadapan notebook yang sudah menyala sejak saya bangun tadi. Kali ini ditemani oleh The kings of convenience dengan lagu-lagunya yang lembut dan ringan. Tak terasa ternyata sudah seminggu saya tidak menulis. Kristalografi, puding nata, XRD, SEM-EDS, kalsium karbonat, konsultasi mahasiswa dan jurnal-jurnal penelitian telah mengalihkan perhatian. Banyak kejadian yang bisa diulas dan dituangkan dalam tulisan. Hhmm.. apa saja ya..?

Dua hari lalu seorang sahabat mengirimkan ucapan selamat merayakan hari pentakosta. Saya tersenyum membacanya, selain karena sms itu adalah satu-satunya ucapan yang saya terima, juga karena saya tidak begitu merasakan greget hari pentakosta kali ini. Hari yang sangat bersejarah, hari ketika Roh Kudus dicurahkan. Saya jadi ingat kotbah di gereja yang membahas tentang karunia-karunia roh. Salah satunya adalah karunia berbahasa roh, tapi sayangnya pengkotbah yang nampak sangat berbangga karena karunia bahasa roh yang dia miliki itu, tidak mampu menjelaskan bagian selanjutnya yang berbicara tentang karunia menterjemahkan bahasa roh. Sepanjang saya hidup tidak pernah sekalipun saya melihat ada orang yang memiliki karunia itu meski sering melihat orang mengaku sedang berbahasa roh. Kalaupun ada, siapa yang berani menjamin bahwa hasil terjemahannya benar? Di atas mimbar kita mewakili Tuhan dan berbicara tentang Firman Tuhan, kalau kita tidak berani checking semua kata yang kita ucapkan dan berani mempertanggungjawabkannya dihadapan Tuhan dan jemaat, you better to shut up..! Pesan Pulus kepada muridnya Timotius, ”Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau. ” (1 Timotius 4:16)

Saya menutup hari minggu itu dengan gembira karena saya mendapatkan hadiah. Sahabat saya tadi mengirim pesan yang lain, ”I have found your treasure.. Just give me your address and the treasure will deliver to your palace.” Masa-masa ketika saya bingung dengan sesuatu atau ingin tau lebih jauh, saya pasti membaca buku. Buku telah menjadi sahabat setia untuk saya. Meski saya juga mengalami suatu saat dimana saya muak dengan semua buku dan memilih tidak membaca sama sekali. Saya membaca, berpikir dan menganalisa untuk kemudian menarik pelajaran. Banyak buku mengubah hidup saya seperti “what’s so amazing about grace”, “purpose driven life”, “praying God’s word” dan masih banyak lagi. Karena banyak membaca, saya jadi tahu penulis-penulis bagus, seperti Philip Yancey, Henri Nouwen, C.S Lewis, Yohan Candawasa, John Mawell, dan tentu masih banyak yang lain. Satu buku yang kemudian diberi istilah treasure oleh sahabat saya adalah buku karya Philip Yancey berjudul reaching for the invisible God. Dua buah kursi kayu sederhana berlatar langit berawan menjadi cover buku itu. Semoga anda penasaran dan ingin membacanya juga. Buku saya itu hilang dan bertahun saya mencarinya tapi tidak ada lagi di toko buku sementara saya sangat ingin membacanya. Sahabat saya merelakan diri menjelajah toko demi toko di Jakarta dan akhirnya menemukannya di sebuah toko kecil, satu-satunya yang masih ada di toko itu.

Saya mungkin bisa membeli puluhan buku serupa (kalaulah buku itu masih dicetak ulang dan masih ada yang mau menjualnya) tapi saya tidak bisa membeli persahabatan. Seorang teman mengirim pesan singkat, “Apakabar? Sudah lama kita tidak mengobrol.” Saya jawab pesan itu dengan kalimat “Kabar baik, aku selalu mengingatmu tapi aku nggak tau apakah kamu juga mengingatku?” Dari kalimat saya tadi tersirat kalau saya ini merasa dilupakan.. Berapa banyak sahabat yang masih bisa saya pertahankan? Tak banyak. Biasanya saya menarik diri ketika merasa tidak dibutuhkan lagi. Jangan-jangan sebenarnya selama ini saya tidak benar-benar dibutuhkan ya? Persahabatan adalah upaya timbal-balik dari dua pihak. Ketika upaya itu hanya sepihak, maka masih bisakah disebut persahabatan?       
 
Khalil Gibran menuliskan,
Sahabat adalah kebutuhan jiwamu yang terpenuhi..
Dialah ladang hati yang dengan kasih kau taburi
dan kau pungut buahnya penuh rasa terimakasih.
Kau menghampirinya dikala hati gersang kelaparan,
dan mencarinya dikala jiwa membutuhkan kedamaian.
Janganlah ada tujuan lain dari persahabatan,
kecuali saling memperkaya jiwa..

Konselor saya pernah mengatakan kalau saya ini sudah membangun tembok pelindung. Tembok itu saya bangun sedikit demi sedikit dan akhirnya menjadi sangat tinggi sampai saya terkurung didalamnya. Batu bata penyusun tembok itu adalah potongan-potongan rasa kecewa. Dan siapa bisa menyecewakan saya? Tentulah banyak, termasuk orang-orang yang kepadanya saya sudah memberi predikat istimewa, sebagai sahabat. Meski pada akhirnya saya harus koreksi sendiri kalau predikat itu saya berikan terlalu cepat. Mereka punya urusan masing-masing dan tentu punya kepentingan sendiri ketika berhubungan dengan saya. Saya membangun tembok dan sayangnya hanya saya yang bisa merubuhkan tembok itu. Bagaimana cara merubuhkannya? Sama seperti saya tidak bisa memarahi setiap orang yang membahayakan saya ketika berkendara di jalan, begitu semestinya. Saya terganggu, saya marah, saya kecewa, tapi saya hanya bisa menganggapnya sebagai gangguan kecil karena perjalanan harus terus dilanjutkan.

Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran. (Amsal 17:17)


Rabu, 08 Juni 2011

Journey, day 17


            Tepat sebulan yang lalu saya harus melepaskan orang yang sangat saya sayangi. Sebuah perpisahan yang sangat berat karena telah setahun penuh dia menjadi pusat perhatian saya siang dan malam. Kecerian, kebahagian berbaur dengan kekawatiran menjadi bagian dari hari-hari kami. Huh.. menuliskan inipun masih tidak mudah..
            Hikari Kezia Saragih, saya menamainya Kezia karena dia adalah bayi perempuan yang sangat cantik. Kulitnya putih kemerah-merahan dan rambutnya lembut berwarna coklat. Oleh mamanya yang adalah adik saya, dinamai Hikari karena dialah fajar pengharapan dan ditambahkan nama Saragih karena itulah marga papanya. Keputusan yang sangat berat untuk kami semua harus diambil. Panggilan pelayanan dan harapan akan masa depan yang baik, membawa Kezia dan orang tuanya ketempat yang sangat jauh, 3 jam perjalanan dengan pesawat terbang. Dan saya harus merelakannya..
            Inilah cinta dan kasih sayang yang sebenarnya. Saya mengharapkan hal yang terbaik untuk orang yang saya cintai, meski itu berarti saya sendiri harus terluka. Saya bisa saja mencegah mereka pergi tapi itu tidak akan membuat mereka menemukan hidup mereka yang sesungguhnya dan bahkan bisa merenggut kesempatan bagi mereka untuk merasakan kebahagiaan yang utuh sebagai sebuah keluarga. Kezia harus tumbuh ditengah lingkungan yang baik dan mendapatkan fasilitas yang terbaik, maka saya melepaskannya pergi. Sikap rela yang saya berikan, saya yakin juga akan berdampak positif bagi Kezia karena diapun pasti juga merasa kehilangan. Saya tidak ingin ada satu lobangpun di dalam hatinya supaya ia tumbuh menjadi anak yang berbahagia.
            Dan pagi ini saya merasakan cinta yang sama bahkan lebih dari cinta yang saya miliki untuk Kezia. Saya merasakan betapa besar cinta Allah kepada saya pribadi. Saya bisa merekam jejak-jejak cintaNya lewat setiap peristiwa dan keadaan. Semua hal yang terjadi menceritakan satu kisah tentang Allah yang memperjuangkan hidup saya. Dia ingin saya menjadi pribadi yang utuh sesuai dengan rancanganNya. Inilah penyataan cinta Allah yang terpancar di dalam setiap langkah hidup saya. "Janganlah takut, sebab Aku telah menebus engkau, Aku telah memanggil engkau dengan namamu, engkau ini kepunyaan-Ku. Apabila engkau menyeberang melalui air, Aku akan menyertai engkau, atau melalui sungai-sungai, engkau tidak akan dihanyutkan; apabila engkau berjalan melalui api, engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar engkau. Sebab Akulah TUHAN, Allahmu, Yang Mahakudus, Allah Israel, Juruselamatmu. Aku menebus engkau dengan Mesir, dan memberikan Etiopia dan Syeba sebagai gantimu. Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau, maka Aku memberikan manusia sebagai gantimu, dan bangsa-bangsa sebagai ganti nyawamu. Janganlah takut, sebab Aku ini menyertai engkau, Aku akan mendatangkan anak cucumu dari timur, dan Aku akan menghimpun engkau dari barat. Aku akan berkata kepada utara: Berikanlah! dan kepada selatan: Janganlah tahan-tahan! Bawalah anak-anak-Ku laki-laki dari jauh, dan anak-anak-Ku perempuan dari ujung-ujung bumi, semua orang yang disebutkan dengan nama-Ku yang Kuciptakan untuk kemuliaan-Ku, yang Kubentuk dan yang juga Kujadikan!" (Yesaya 43:1-7). Betapa saya harus bersyukur mendapatkan cinta yang sedemikian besar. 




Senin, 06 Juni 2011

Journey, day 14

2 Samuel 11:1 -27

Dikisahkan pada suatu pergantian tahun, pada waktu raja-raja biasanya maju berperang, Daud menyuruh Yoab maju beserta orang-orangnya dan seluruh orang Israel. Mereka memusnahkan bani Amon dan mengepung kota Raba, sedang Daud sendiri tinggal di Yerusalem. Daud melakukan sesuatu diluar kebiasaannya. Dia tidak memimpin peperangan tapi memilih diam di istananya. Belumlah jelas apa yang menjadi alasan Daud bertindak seperti ini.
Tidak ikut berperang dan percaya dengan kesanggupan Yoab panglimanya, Daudpun bersantai-santai. Sampai terjadi suatu peristiwa pada waktu petang, ketika Daud bangun dari tempat pembaringannya, lalu berjalan-jalan di atas sotoh istana, tampak kepadanya dari atas sotoh itu seorang perempuan sedang mandi; perempuan itu sangat elok rupanya. Demikian eloknya sampai tidak hilang dari pikiran dan menimbulkan rasa penasaran yang luar biasa. Demi rasa ingin taunya maka Daud menyuruh orang bertanya tentang perempuan itu dan orang berkata: "Itu adalah Batsyeba binti Eliam, isteri Uria orang Het itu."
Jelas-jelas dikatakan bahwa perempuan itu telah bersuami tapi Daud benar-benar bertindak diluar batas dengan menyuruh orang mengambil perempuan itu. Daud adalah raja, siapa berani melawan titah raja? Perempuan itupun datang kepadanya, lalu Daud tidur dengan dia. Celaka bukan kepalang karena ternyata perempuan itu akhirnya mengandung dan lebih celaka lagi karena suaminya sedang pergi berperang. Maka Daud menyuruh orang kepada Yoab dengan pesan: "Suruhlah Uria, orang Het itu, datang kepadaku." Daud berusaha menutupi perbuatannya supaya perempuan itu dapat dianggap hamil oleh suaminya dengan cara menyuruh Uria pulang ke rumahnya.
            Sayangnya, sebagai seorang prajurit, Uria sangat berintegritas dan menghargai perjuangan teman-temannya di medan perang. Tidak seperti Daud yang bisa bersantai sementara anak buahnya sedang mempertaruhkan hidupnya dalam peperangan. Dan inilah jawab Uria kepada Daud ketika dia memutuskan untuk tidak pulang kerumahnya, "Tabut serta orang Israel dan orang Yehuda diam dalam pondok, juga tuanku Yoab dan hamba-hamba tuanku sendiri berkemah di padang; masakan aku pulang ke rumahku untuk makan minum dan tidur dengan isteriku? Demi hidupmu dan demi nyawamu, aku takkan melakukan hal itu!"
            Karena rencananya tidak terlaksana maka Daud bertindak lebih jauh lagi. Dimintanya Uria tinggal kemudian diundang untuk makan dan minum dengan dia, dan Daud membuatnya mabuk. Tapi kali inipun Uria yang mabuk itu tidak memilih pulang ke rumahnya. Habis akal akhirnya Daud menulis surat kepada Yoab dan mengirimkannya dengan perantaraan Uria. Uria benar-benar orang yang jujur sampai dia tidak tahu kalau surat yang dia bawa itu berisi rencana pembunuhan atas dirinya. Demikian dituliskan Daud dalam surat itu "Tempatkanlah Uria di barisan depan dalam pertempuran yang paling hebat, kemudian kamu mengundurkan diri dari padanya, supaya ia terbunuh mati."
            Yoab tak punya pilihan selain melaksanakan titah tuannya dan Uriapun mati bersama beberapa orang prajurit lainnya. Dengan perantaraan Yoab dan penduduk kota Raba, Daud menutupi aibnya. Sayangnya ada juga orang-orang yang ikut mati dalam skenario itu. Dan masih demi pembenaran diri, Daud mengirim pesan kepada Yoab "Janganlah sebal hatimu karena perkara ini, sebab sudah biasa pedang makan orang ini atau orang itu. "
            Setelah Uria mati, Daudpun mengambil Batsyeba sebagai istrinya. Selesai bukan? Tidak akan ada yang tau tentang perzinahan itu, tidak akan ada yang mempertanyakan siapa ayah anak yang dikandung Batsyeba dan bahkan tidak akan ada tuntutan atas kematian Uria. Reputasi, nama baik dan kehormatan Daud dimata rakyatnya tetap terjaga. Tetapi hal yang telah dilakukan Daud itu adalah jahat di mata TUHAN (2 Sam 11:27).

Dosa ibarat inti atom unsur radioaktif, akan terus meluruh menghasilkan inti unsur-unsur radioaktif yang baru (dosa-dosa baru) sampai terbentuk inti atom yang stabil yang adalah pertobatan (Sonly Saragih)

Kamis, 02 Juni 2011

Journey, day 11

           Tidak seperti biasanya, pagi ini udara kotaku tidak terlalu dingin. Bersama ribuan orang lainnya, jam 4 pagi kami menuju lapangan kota untuk mengikuti ibadah peringatan kenaikan Yesus ke surga. Setengah terpaksa karena badan saya masih letih dan saya tidak terbiasa bangun sepagi ini. Lampu-lampu telah dinyalakan dan ibadah belum dimulai ketika kami mengambil tempat ditengah lapangan yang basah oleh embun pagi.
            Saya bersyukur bahwa ibadahnya indah, perpaduan berbagai denominasi yang menunjukkan keesaan gereja dan saya sangat menikmatinya. Seorang pastor menyampaikan Firman Tuhan dengan gayanya yang unik dan saya dipertemukan kembali dengan satu kata yang empat tahun ini sulit saya pahami maknanya, pengharapan. Apa yang membuat seorang wanita hamil rela membawa beban berat selama 9 bulan lebih? Pasti karena akan tiba waktunya beban itu diangkat dan seorang bayi cantik diberikan kepadanya. Apa yang membuat seorang petani rajin menyirami tanamannya, memberi pupuk dan membersihkan rumput diladangnya? Pasti karena waktu panen akan tiba, dia boleh memetik hasilnya. Itulah pengharapan. Hasil akhir yang ingin kita jumpai diujung sebuah perjalanan.
            Kata pengharapan memiliki konotasi yang baik dan positif, menggugah semangat serta mengandung janji. Semua terasa baik ketika pengharapan dimiliki, bahkan kerja keraspun rela dilakukan. Saya bukan ahli bahasa, hanya coba mencerna saja. Tetapi coba lihat apa yang terjadi kalau pengharapan tidak dimiliki lagi, atau biasa disebut kehilangan pengharapan. Adakah orang yang kehilangan pengharapan punya alasan untuk bangun pagi? Pasti tidak ada rasa antusias, tidak ada keinginan dan waktu hidup berlalu begitu saja karena tidak ada tujuan yang hendak diperjuangkan. Beribu alasan untuk seseorang bisa kehilangan pengharapan dan semua bisa dimengerti.
Dirembang pagi ini saya bertemu lagi dengan pengharapan yang sesungguhnya. Bahwa Kristus yang mati secara keji di kayu salib itu telah bangkit dari kematian dan bahkan Ia naik ke surga. Ibrani 4:14-16 jadi obat yang mujarab bagi jiwa yang letih lesu dan berbeban berat, ”Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita. Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya.”
Saya meninggalkan lapangan kota dengan sukacita dihati. Pengharapan terbesar yang sempat terkaburkan kini kembali ada digenggaman. Dunia boleh berlaku apapun terhadap saya tapi itu tidak akan menggeser tujuan perjalanan saya. Saya tahu apa yang akan saya jumpai diujung perjalanan nanti. Ada satu kalimat pastor tadi yang selalu membuat saya tersenyum bila mengingatnya, dengan logat floresnya yang kental dia berbicara dengan bahasa jawa, ”ojo lali yen mlebu swargo Hpne digowo.. ben iso smsan karo kanca-kancane..” Saya menyambung kalimat itu ”Lan ben iso update status..” Kira-kira status apa yang bisa ditulis ketika saya ada disana ya..? ”Wah nggak nyangka mahkotaku indah banget..” atau ”Hang out sama JC nih..” atau ”Lagi PA bareng Rasul Paulus dan Raja Daud, ayo siapa mau gabung..?” Saya jadi tak sabar menanti untuk sampai disana...





Rabu, 01 Juni 2011

Journey, day 9

            Telah memasuki hari ke 9 tapi ternyata duduk diam dan merenung masih sulit dilakukan. Terjadi kontradiksi antara yang ingin dihidupi dengan kenyataan hidup. Disatu sisi ingin terus berjalan dan memahami perjalanan ini sebagai usaha seumur hidup tapi disisi lain pada bagian-bagian tertentu, Allah tetap saja diam. Saya jadi ingat acara Kick Andy minggu lalu di televisi. Seorang warga negara Indonesia berlayar seorang diri dari Amerika ke Indonesia. Butuh 11 bulan pelayaran karena dia hanya memanfaatkan tenaga angin. Ada saat dimana dia harus menghadapi ombak setinggi 12 meter selama 2 hari. Tapi itu bukanlah keadaan terburuk karena keadaan terburuk adalah justru ketika tidak ada angin sama sekali. Disaat-saat lautan tenang, dia bisa sangat frustasi sampai terlintas pikiran untuk bunuh diri. Pada saat kapal tidak bergerak kemana-mana, pasti tempat tujuan jadi terasa makin jauh dan muncul keraguan, akankah bisa sampai ketujuan?
            Terus terang, sepertinya saya masih terjebak pada pikiran ”something nice happens on someone nice” atau ”something great happens on someone great”. Betul khan kalau saya ini belum bisa menundukkan diri dan membuka diri terhadap agenda Allah. Seperti anak kecil saya ingin diberi tepukan tangan untuk setiap hal baik yang saya lakukan. Lebih lagi malah, saya menginginkan hadiah karena saya merasa sudah berprestasi dan bersikap seperti yang Allah kehendaki. Saya merasa pantas mendapat hadiah. Saya masih beranggapan bahwa grafik perjalanan ini harusnya linier, makin jauh saya berjalan, makin baik hidup saya dan tentu Allah akan makin peduli dengan apa yang saya inginkan.
            Pasti bukan suatu kebetulan kalau tadi malam seorang sahabat mengirimkan pesan singkat sebuah ayat dari Mazmur 66. Kemudian saya buka pasal itu dan di ayat 19-20 saya menemukan “Sesungguhnya, Allah telah mendengar, Ia telah memperhatikan doa yang kuucapkan.  Terpujilah Allah, yang tidak menolak doaku dan tidak menjauhkan kasih setia-Nya dari padaku.” Ya, Allah telah mendengarnya dan Dia mempertimbangkannya. Pertimbangan Allah adalah pertimbangan paling bijaksana. Jadi kalau Dia berdiam diri tanpa petunjuk apapun seharusnya saya tetap percaya. Dan pagi ini, inilah yang menjadi doa saya “TUHAN, Engkau menyelidiki dan mengenal aku; Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi. Sebab sebelum lidahku mengeluarkan perkataan, sesungguhnya, semuanya telah Kauketahui, ya TUHAN.  Dari belakang dan dari depan Engkau mengurung aku, dan Engkau menaruh tangan-Mu ke atasku. Terlalu ajaib bagiku pengetahuan itu, terlalu tinggi, tidak sanggup aku mencapainya.” (Mazmur 139:1-6). Amin

Siapa yang dapat mengatur Roh TUHAN atau memberi petunjuk kepada-Nya sebagai penasihat?
(Yesaya 40:13)