Kamis, 02 Juni 2011

Journey, day 11

           Tidak seperti biasanya, pagi ini udara kotaku tidak terlalu dingin. Bersama ribuan orang lainnya, jam 4 pagi kami menuju lapangan kota untuk mengikuti ibadah peringatan kenaikan Yesus ke surga. Setengah terpaksa karena badan saya masih letih dan saya tidak terbiasa bangun sepagi ini. Lampu-lampu telah dinyalakan dan ibadah belum dimulai ketika kami mengambil tempat ditengah lapangan yang basah oleh embun pagi.
            Saya bersyukur bahwa ibadahnya indah, perpaduan berbagai denominasi yang menunjukkan keesaan gereja dan saya sangat menikmatinya. Seorang pastor menyampaikan Firman Tuhan dengan gayanya yang unik dan saya dipertemukan kembali dengan satu kata yang empat tahun ini sulit saya pahami maknanya, pengharapan. Apa yang membuat seorang wanita hamil rela membawa beban berat selama 9 bulan lebih? Pasti karena akan tiba waktunya beban itu diangkat dan seorang bayi cantik diberikan kepadanya. Apa yang membuat seorang petani rajin menyirami tanamannya, memberi pupuk dan membersihkan rumput diladangnya? Pasti karena waktu panen akan tiba, dia boleh memetik hasilnya. Itulah pengharapan. Hasil akhir yang ingin kita jumpai diujung sebuah perjalanan.
            Kata pengharapan memiliki konotasi yang baik dan positif, menggugah semangat serta mengandung janji. Semua terasa baik ketika pengharapan dimiliki, bahkan kerja keraspun rela dilakukan. Saya bukan ahli bahasa, hanya coba mencerna saja. Tetapi coba lihat apa yang terjadi kalau pengharapan tidak dimiliki lagi, atau biasa disebut kehilangan pengharapan. Adakah orang yang kehilangan pengharapan punya alasan untuk bangun pagi? Pasti tidak ada rasa antusias, tidak ada keinginan dan waktu hidup berlalu begitu saja karena tidak ada tujuan yang hendak diperjuangkan. Beribu alasan untuk seseorang bisa kehilangan pengharapan dan semua bisa dimengerti.
Dirembang pagi ini saya bertemu lagi dengan pengharapan yang sesungguhnya. Bahwa Kristus yang mati secara keji di kayu salib itu telah bangkit dari kematian dan bahkan Ia naik ke surga. Ibrani 4:14-16 jadi obat yang mujarab bagi jiwa yang letih lesu dan berbeban berat, ”Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita. Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya.”
Saya meninggalkan lapangan kota dengan sukacita dihati. Pengharapan terbesar yang sempat terkaburkan kini kembali ada digenggaman. Dunia boleh berlaku apapun terhadap saya tapi itu tidak akan menggeser tujuan perjalanan saya. Saya tahu apa yang akan saya jumpai diujung perjalanan nanti. Ada satu kalimat pastor tadi yang selalu membuat saya tersenyum bila mengingatnya, dengan logat floresnya yang kental dia berbicara dengan bahasa jawa, ”ojo lali yen mlebu swargo Hpne digowo.. ben iso smsan karo kanca-kancane..” Saya menyambung kalimat itu ”Lan ben iso update status..” Kira-kira status apa yang bisa ditulis ketika saya ada disana ya..? ”Wah nggak nyangka mahkotaku indah banget..” atau ”Hang out sama JC nih..” atau ”Lagi PA bareng Rasul Paulus dan Raja Daud, ayo siapa mau gabung..?” Saya jadi tak sabar menanti untuk sampai disana...