Selasa, 31 Mei 2011

Journey, day 8

            Ada satu hal yang terjadi pada hari minggu kemarin cukup menarik untuk dipikirkan. Berkendaraan menyusuri desa-desa tak jauh dari tempat tinggalku membawa aku dan ibuku di sebuah pasar. Baru kali ini aku mendapati pasar itu ramai dan banyak aktivitas jual beli. Keadaan itu menarik kami untuk berhenti, pikirku siapa tau ada yang bisa kami beli karena aku suka sekali dengan jajan pasar. Dan betul, wow.. banyak dijual makanan..! Mataku langsung menjelajah apa saja yang mau kubeli. Sementara ibuku menangkap hal lain, dia tertawa sambil meminta aku memperhatikan deretan penjual makanan itu. Iya ternyata unik sekali, para penjualnya sudah sepuh tapi terlihat lincah dan gesit melayani pembeli. Sayang sekali aku tidak membawa kamera, banyak obyek bagus sebetulnya. Karena banyak makanan yang sama akhirnya ibuku memilih membeli pada sesorang nenek yang masih kelihatan cantik dan bersih. Sejak saat itu kami terus mengamati orang-orang di pasar itu dan kami kembali tertawa karena memang banyak penjual yang sudah sepuh tapi masih semangat bekerja.
            Ketika meninggalkan pasar itu karena kuatir bakal kehabisan bensin, akhirnya aku memutuskan untuk membeli bensin pada sebuah warung di depan pasar. Ternyata yang jual bensin juga sudah sepuh, seorang nenek yang kemudian bercerita kalau usianya 85 tahun. Aku hampir saja turun untuk membantu dia mengambil bensin tapi ternyata dia masih kuat dan gesit. Tangan dan kakinya masih kokoh, bahkan kain kebayanya tidak menghalangi geraknya. Raut mukanya nampak bahagia ketika dia bercerita tentang usianya dan bagaimana dia merasa heran dengan orang muda jaman sekarang yang gampang sakit. Kami meninggalkan nenek itu sambil terus berdiskusi. Aku pikir hanya di negara-negara makmur orang bisa panjang umur. Seperti ibu dari prof. Dieter Siezow yang pada tahun 2006 berusia lebih dari 90 tahun, dia masih bisa urus dirinya sendiri dan tinggal di apartemennya seorang diri. Kualitas hidup yang baik dan jaminan kesehatan dari pemerintah membuat orang jerman lebih menikmati hidup sehingga bisa bertahan sampai usia lanjut. Aku bahkan sempat geli ketika prof. Siezow menceritakan bagaimana ibunya mulai gelisah karena tidak meninggal juga. Aku geli karena pada umumnya orang ingin menghindari kematian tapi ibu itu malah gelisah menanti kematian yang tidak kunjung datang sementara dia tidak sedang menderita sakit.
            Ibuku bilang, orang-orang yang sampai tua masih kuat bekerja pastinya dari muda dia memang suka bekerja. Aku pikir benar juga pendapat ibuku, mereka yang bekerja dengan sukacita dan mengucap syukur dengan setiap hal yang mereka peroleh menjadi sehat dan tetap kuat. Esok pagi dia akan bekerja lagi dengan penuh harapan dan dengan pola pikirnya yang sederhana, mereka nampak lebih berbahagia. Berbeda dengan mendiang ibunya Prof. Siezow (belia akhinya meninggal sekitar seminggu setelah pembicaraan saya dengan anaknya), dia bosan karena merasa tidak lagi berkarya. Padahal apa kata alkitab? Umur panjang adalah berkat. Sampai disini sepertinya saya harus merenungkannya lagi. Apa sebenarnya yang disebut dengan berkat?


Jumat, 27 Mei 2011

Journey, day 5

          Pagi ini ditengah mempersiapkan diri untuk menyampaikan materi di PMK Kedokteran Undip, kubuka buku Philip Yancey ”Soul Survivor” yang belum sempat kubaca. Tetap saja ingin terus membaca meski ingat ada janji dengan mahasiswa untuk melihat bahan presentasi mereka yang akan dinilai tim pereview pada salah satu ajang lomba karya ilmiah. Kemudian aku berhenti pada satu bagian yang diceritakan oleh Yancey ”Saya menjadi penulis karena pertemuan saya secara pribadi dengan kekuatan kata-kata, dan saya mendapatkan harapan sehingga kata-kata yang basi, yang arti orisinilnya sudah diselewengkan, dapat diluruskan kembali. Sejak itu, saya memegang teguh sikap mental seorang pengembara karena memang itulah saya. Saya tidak memiliki jabatan agamawi. Saya bukan gembala maupun pengajar, melainkan seorang pengembara biasa, seorang manusia diantara banyak manusia yang tengah melakukan pencarian rohani. Oleh karena itu, saya secara naluri mempertanyakan dan mengevaluasi kembali iman saya dari waktu ke waktu.”
          Seandainya setiap orang yang mengembara mau menuliskannya seperti Yancey... Betapa kita akan diperkaya dalam menyikapi perjalanan hidup kita sendiri. Banyak pertanyaan sulit yang dapat kutemui jawabnya dari membaca buku-buku Philip Yancey. Sayangnya aku harus bergegas karena banyak hal yang harus dikerjakan. Semoga pengembaraanku hari ini kelak dapat memperkaya perjalanan hidup orang lain.

Kamis, 26 Mei 2011

Journey, day 4


Yosua bin Nun, atau yang sebelumnya bernama Hosea bin Nun adalah pelayan Musa. Cerita yang paling kita ingat tentang Yosua tentu adalah kisah tentang 12 orang pengintai yang dikirm Musa untuk mengamat-amati tanah Kanaan, negeri yang dijanjikan Tuhan. Dari 12 orang yang adalah kepala suku Israel hanya 2 orang yang berpikiran positif dan optimis bahwa negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya itu akan mereka kalahkan. Sepuluh orang lainnya lebih memfokuskan diri pada begitu besarnya kekuatan negeri itu sehingga tidak mungkin dikalahkan. Mereka lupa siapa yang telah menyertai mereka sejauh ini dalam tiang awan dan tiang api. Mereka lupa berapa banyak mujizat yang telah mereka lihat dengan mata kepala sendiri.
Lihatlah siapa yang berusaha meyakinkan bangsa itu bahwa mereka pasti bisa mendudukinya? Kaleb bin Yefune. Tidak disebutkan apa yang dilakukan Yosua, tapi Tuhan meluputkan keduanya dari tulah. Sepertinya memang Tuhan mau melihat bagaimana kalau bangsa Israel dibiarkan berjalan atas nasehat mereka sendiri, God let them walk in their own counsels. Tuhan meminta untuk dikirim pengintai supaya mereka melihat sendiri seperti apa tanah perjanjian itu. Apakah setelah melihat mereka bergembira dan antusias ingin segera membawa seluruh bangsa Israel ke sana? Perjalan panjang yang telah mereka tempuh dari Mesir, negeri yang memperbudak mereka akan berakhir disuatu tempat yang penuh harapan. Ternyata hampir semua tidak antusias bahkan memilih langkah mundur. Dan apa yang terjadi ketika mereka sudah melihat tapi tetap meragukan jaminan penyertaan Tuhan? Mereka mati kena tulah dan seluruh bangsa itu harus menerima hukuman 40 tahun lagi berjalan dipadang gurun dan semua orang yang berumur 20 tahun ke atas akan mati sebelum memasuki tanah perjanjian.
Bukankah kita sering bersikap seperti 10 orang pengintai itu? We walk by sight, not by faith. Ini mungkin yang jadi alasan mengapa Tuhan selalu diam kalau kita bertanya, kenapa semua ini terjadi? Apa sebenarnya rencanaMu, kenapa hal yang buruk terjadi atasku? Tuhan tidak pernah memperlihatkan keseluruhan perjalanan yang akan kita tempuh untuk mencapai suatu tujuan. Tuhan ingin kita berjalan langkah demi langkah dan menjalani setiap proses dengan terus mengandalkanNya. Karena kalaupun kita ditunjukkan hal yang akan terjadi kemudian, bisa jadi akan menjadi malapetaka buat kita sendiri. Alih-alih semakin antusias dan bergantung pada Tuhan, kita malah semakin memfokuskan diri pada kesulitan dan hambatan yang akan terjadi.

Rabu, 25 Mei 2011

Journey, day 3

            Saya mengamati dua obyek hasil penelitian yang tampak sama, keduanya berwarna putih dan berbentuk serbuk meski diperoleh dengan metode yang berbeda. Setelah diuji dengan Scanning Electron Microscope (SEM), ternyata keduanya memiliki struktur partikel yang sangat berbeda. Elektron yang ditembakkan pada permukaan sampel akan direfleksikan untuk menghasilkan image 2 dimensi dengan perbesaran bisa sampai 200.000 kali. Dengan SEM obyek yang sangat kecil (10-3 – 10-9 meter) dapat dilihat. Semua bisa terjadi karena elektron yang digunakan pada instrumen ini memiliki sifat gelombang dan sifat partikel, sehingga meskipun elektron adalah materi namun dapat direfleksikan seperti gelombang.
Dalam teori kuantum untuk benda yang sangat kecil (atom dan molekul) hukum-hukum gerak Newton tidak dapat diterapkan sehingga harus diberlakukan hukum baru yaitu mekanika kuantum. Nah, bagaimana dengan Allah? Hukum apa yang bisa diperlakukan untuk obyek yang maha besar, yang lebih besar dari ciptaannya (alam raya ini-dimana berlaku hukum gerak Newton)? Jadi tidaklah mengherankan jika manusia tidak bisa memahami cara kerja Allah, karena hukum gerak untuk Allah tidak kita kenali.

”Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran." (Yoh 4:24)

 Image SEM dengan 5000x perbesaran


Selasa, 24 Mei 2011

Journey, day 2


Tony Evans menuliskan ”Siapa pernah mengatakan kebenaran tetang dirimu?”. Saya  baru saja bertemu dengan orang yang berani mengatakan kebenaran tentang diri saya. Orang itu adalah seorang konselor profesional yang sangat mencintai Tuhan. Meski hanya sedikit yang diungkap tentang diri saya tapi itu sangat menyakitkan. Ada bagian dari diri saya yang tidak bisa menerima kebenaran itu. Kenapa? Karena saya selalu menganggap diri saya baik, tidak memiliki niat jahat dan telah memenuhi standar  Firman Tuhan. Saya selalu berusaha menyukakan hati Tuhan dan menggunakan setiap kesempatan untuk melayani orang lain. Saya bahkan pernah sampai pada satu titik bahwa saya puas dengan hidup saya dan siap dipanggil Tuhan kapan saja.
Konselor itu membantu saya masuk kedalam hati saya yang paling dalam, sampai saya bisa bertemu dengan diri saya yang sesungguhnya. Lapisan demi lapisan dibuka dan setiap fakta memancing rasa sakit yang tiada tara. Saya merasakan kegelapan dan kesendirian yang amat sangat. Saat itu rasanya seluruh alam raya bekerja sama untuk memusuhi saya. Tidak ada keberhasilan yang saya buat, tidak ada tempat untuk berpaling. Sebagai peneliti saya selalu memiliki proyek untuk dikerjakan, tapi kali ini tak satupun proposal saya diterima, dari yang bernilai $40.000 berskala internasioanal, 250.000.000 rupiah berskala nasional sampai 4.000.000 rupiah ditingkat terendah yang biasanya hanya diterima oleh peneliti-peneliti pemula tidak saya dapatkan. Harga diri saya dijatuhkan ke titik paling rendah dan saya tidak punya apapun yang bisa saya banggakan. Semua milik saya direnggut, tinggal diri saya sendiri berhadapan dengan Tuhan yang juga memusuhi saya.
Ternyata selama ini bingkai hidup saya adalah buatan saya sendiri. Saya mengukirnya sesuka saya. Respon saya terhadap kenyataan hidup dan semua peristiwa tergambar jelas disitu. Apakah bingkainya indah? Tidak sama sekali..! Apakah ada keindahan yang muncul dari sakit hati, kemarahan, kecewa, rasa tertolak, dan citra diri yang buruk? Apakah ada bangunan yang kokoh yang dibangun di atas pondasi yang rapuh? Apakah orang bisa bersandar kuat pada tembok yang nyaris rubuh? Itulah diri saya sebenarnya. Saya bisa menyimpulkan diri saya saat itu ”belongs nowhere”
Mari kita lihat Yesaya 6:5, ayat ini menunjukkan respon Yesaya ketika ia melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang, dan ujung jubah-Nya memenuhi Bait Suci. Yesaya menyaksikan para Serafim berdiri di sebelah atas-Nya, masing-masing mempunyai enam sayap; dua sayap dipakai untuk menutupi muka mereka, dua sayap dipakai untuk menutupi kaki mereka dan dua sayap dipakai untuk melayang-layang. Dan mereka berseru seorang kepada seorang, katanya: "Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!" Maka bergoyanglah alas ambang pintu disebabkan suara orang yang berseru itu dan rumah itupun penuhlah dengan asap. Lalu kata Yesaya: "Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam." Pertanyaan saya, siapakah yang sudah mengatakan kepada Yesaya tentang dirinya yang najis bibir? Dia menyebutkan dosanya secara spesifik sebagai seorang yang najis bibir. Bertemu dengan Tuhan seperti bercermin bagi Yesaya, dan pantulan sinar dalam cermin itu menghasilkan gambaran yang sebelumnya tak dapat dilihat secara kasat mata.
Yesaya menyebut dirinya celaka ketika berhadapan dengan Tuhan. Binasakah dia kemudian? Tentu tidak karena seorang dari pada Serafim itu terbang mendapatkan Yesaya; di tangannya ada bara, yang diambilnya dengan sepit dari atas mezbah. Ia menyentuhkannya kepada mulut Yesaya serta berkata: "Lihat, ini telah menyentuh bibirmu, maka kesalahanmu telah dihapus dan dosamu telah diampuni." Tuhan memulihkan bagian yang ditemukan berdosa dengan menggunakan bara. Tidak dijelaskan apakah ketika disentuh dengan bara itu Yesaya merasa kesakitan? Pada kenyataannya tidak ada proses pemurnian yang tidak menyakitkan terutama berdasarkan pengalaman saya pribadi.
Bagi saya, setelah bisa melihat gambaran diri yang sesungguhnya sayapun mengalami proses pemurnian, hidup saya ditata kembali. Kegelapan dan kesendirian tidak selamanya karena malam gelap berubah jadi rembang pagi dan pagi jadi siang terang. Dan dalam keadaan terang saya bisa melihat semua dengan jelas termasuk bingkai hidup saya yang telah diperbarui. Terimakasih untuk para sahabat yang setia mendampingi bahkan rela berperang bagi saya dalam doa dan puasa. Tuhan memberkati hidup kita semua.

Semakin kita mengenal Tuhan, semakin kita mengenal diri kita sendiri.


Senin, 23 Mei 2011

The other side of me (biar nggak dikira orang theologia...)

Production of Nanophase Hydroxyapatite
by using Bacterial Cellulose Membrane System

Tri Windarti, Parsaoran Siahaan, Rofy Restiyo and Winda Purnama
Chemistry Department, MIPA Faculty, Diponegoro University


Hydroxyapatite (HA) [Ca10(PO4)6(OH)2], has been widely used as bone substitute material in clinic application because of its excellent biocompatibility and osteoconduction [1]. The aim of bone substitute is to behave temporary in a manner similar to natural bone. From a biological point of view, this material hopefully can reproduce bone crystals with similar composition, structure, morphology, and crystallinity to natural bone [2,3]. Numerous methods have been developed to prepare HA powders, such as chemical co-precipitation, sol–gel process, spray-pyrolysis, hydrothermal synthesis and emulsion techniques. Those methods are usually carried out by heating or after-heat-treating. To increase its purity, synthesized HA powders must be treated under hydrothermal condition at 800-1200oC [4,5,6]. However, heating process can reduce osteoconductivity of HA that caused by agglomeration. Furthermore, HA presence in bone is in the form of nanometer sized needle-like crystal of approximately 5-20 nm width and by 60 nm length. Nanophase HA properties such as surface grain size, pore size, wettability, etc, could control protein interaction (for example, adsorption, configuration and bioactivity); therefore, modulating subsequent enhanced osteoblast adhesion and followed by enhanced osteoblast function such as proliferation, alkaline phosphatase synthesis and calcium deposition [7].
Bacterial cellulose is a kind of cellulose that produced by bacteria activity. Bacterial cellulose has good properties such as high crystallinity, high polymerization degree, good in mechanical properties and high in purity [8,9]. Also bacterial cellulose has pore diameter about 125 nm and the pore size can be modified by using alkaline solution [10]. Membrane system is a reaction method in which reactants are separate in two compartments that connected by a membrane. This research was conducted to produce HA by reaction of Ca2+ ions and PO43- ions using membrane system. Ca2+ ions slowly diffused through the membrane and reacted with PO43- ions to form oriented crystals of HA. Product’s properties depended on ions concentration and pH of PO43- solution. The effect of Ca2+ concentration on hydroxyapatite forming was studied in range of 0.1 – 2 M and the influence of pH was studied in of 8 – 12. Experiments were done at room temperature. By using bacterial cellulose as a membrane, HA with nanosized, semi crystalline phase and micro pores can be produced.
Research was carried out in three steps, that were production of bacterial cellulose by Hestrin-Schramm medium and Acetobacter Xylinum bacteria, production of HA by bacterial cellulose membrane system and products analysis by FTIR, XRD, and SEM-EDS. The product’s weight increased as the increase of Ca2+ concentration and pH. At low concentration (0.1 M and 0.3 M) the reaction produced product in form of particulate, at middle concentration (0.5 and 0.7 M) formed short tiny fibrous and at high concentration (1, 1.5 and 2M) formed dense long fibrous. Identification by using FTIR and XRD showed that beside hydroxyapatite, the reaction also produce tricalcium phosphate and dicalcium phosphate dihydrate. Product became more crystalline by increasing Ca2+ concentration and pH. The SEM image showed the difference of product’s morphology by membrane system and other method (precipitation method). Membrane system method produced porous hydroxyapatite that agglomerate in smaller size (1-5mm). This agglomeration became denser at higher concentration of Ca2+ ion. The products on pH 8, 10, 11, 12 were hydroxyapatite and tricalcium phosphate, and on pH 9 was hydroxyapatite. On pH 8, 9, 10 and 11 products phase were semi crystalline and on pH 12 was amorphous. By Scherrer’s equation counted the particle size was 36 nm. Its can be concluded that production of HA by using bacterial cellulose membrane system with 1 M Ca2+ and pH 9 produced HA similar to HA in natural bone. From this research, a new method to produce biocompatible, nanophase and semi crystalline phase hydroxyapatite in one step production is invented. Hopefully this method can reduce cost and risk because heating process at high temperature not required.

Keywords: hydroxyapatite, bacterial cellulose, membrane system

Reference
[1] Kanazawa, T., Umegaki, T., Yamashita, K., Monma, H., and Hiramatsu, T., 1991, Journal of Materials Science, 6, 417-422.
[2] Peelen, J., Rejda, B., Vermeiden, J., and de Groot, K., 1977, Sci Ceram, 9:226
[3] Jarcho, M., Kay, J., Gumaer, K., Doremus. R., and Drobeck, H., 1977, J Bioeng 1:79
[4] Santos, M.H., Oliveira, M. de, Souza, L.P.F., Mansur, H.S., and Vasconcelos, W.L., 2004, Materials Reserch, 7, 625-630.
[5] Wang, Z.C, Chen, F., Huang, L.M., and Lin, C.J., 2005, Journal of Materials Science.
[6] Jillavenkatesa, A., and Condrate SR, R.A., 1998, Journal of Materials Science 33, 4111-4119.
[7] Ferraz, P. P., Monteiro, F. J., and Manuel, C. M., 2004, J of Applied Biomaterials & Biomechanics, 2, 74-80
[8] Yoshinaga, F., Tonouchi, N., and Watanabe, K., 1997, Biosci Biotechnol Biochem, 61, 219–224.
[9] Watanabe, K., Tabuchi, M., Morinaga, Y., and Yoshinaga, F., 1998, Cellulose, 5, 187–200.
[10] Windarti, T dan Siahaan, P., 2008, Kajian Struktur dan Morfologi Selulosa Bakterial sebagai Bahan Dasar Material Atifisial, Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia, 28 November 2008.

Journey, day 1

Duduk diam dan merenung, apalagi membiarkan Allah berbicara adalah pekerjaan yang sangat sulit. Kesibukan, kelelahan dan kehilangan konsentrasi hanyalah alasan yang biasa digunakan untuk menutupi keengganan untuk merendahkan diri, melepaskan keakuan dan mengijinkan hal lain masuk dalam hati dan pikiran. Kita sering enggan mendengar hal lain karena ingin terus memegang pendirian kita sendiri dengan kuat-kuat. Jadi duduk diam, merenung dan mendengarkan suara Tuhan harus dimulai dengan menundukkan diri, menyangkal diri dan memberi tempat seluas-luasnya bagi Allah untuk menaburkan hal baru. Bisa jadi yang akan kita terima adalah pembokaran terhadap dosa-dosa terselubung yang tersembunyi di dalam lubuk hati yang paling dalam. Ini khan yang kadang membuat kita takut? Padahal hanya dengan duduk diam dan merenung kita bisa mengenal pribadi Allah.
            Kenapa membiarkan Allah berbicara itu penting? Dalam Yeremia 9:24  dituliskan “tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah TUHAN yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Kusukai, demikianlah firman TUHAN." Manusia hidup untuk suatu tujuan. Telisiklah pribadi demi pribadi disekitarmu, carilah tau bagaimana hidup mereka berkorelasi dengan pengenalan mereka akan Allah? Apakah orang yang terkategori mengenal Allah secara dekat masih mengejar kekayaan, jabatan dan ketenaran dengan menghalalkan segala cara? Lantas kalo dia bermegah, apakah yang dimegahkannya itu? Kekayaan bisa habis, jabatan tidak kekal dan ketenaran akan memudar. Apakah yang bisa dibanggakan dari cara-cara yang berdosa? Kehormatan sesaat bisa saja diperoleh namun apakah kepuasannya dapat memerdekakan jiwa yang haus penerimaan?
            Memahami dan mengenal Allah, siapa dapat memahami dan mengenal Allah tanpa harus menundukkan diri dan memandangNya sebagai pribadi yang Maha. Siapa yang kemudian bisa bermegah dengan cara yang pongah? Saya yakin tidak ada, bahkan ketika bermegah pun hati tetap bersujud. This is my journey, perjalanan mengenal pribadi Allah dan proses pemurnian supaya jiwa saya kompatibel dengan kerajaanNya yang kekal. Dan saya harus memulainya dengan duduk diam, merenung dan membiarkan Dia mengajar dan menghajar dalam disiplin yang membutuhkan komitmen yang luar biasa kuat. Supaya diujungnya saya boleh bermegah, bukan karena hikmat, kepandaian dan kesucian diri tapi karena saya mengenal kasih setia, keadilan dan kebenaran Allah.

Do you know God well enough that He could brag on you if He wanted to? (Tony Evans)

Sabtu, 21 Mei 2011

The prodigal son (Rembrandt)


 Setahun yang lalu, sebuah bingkisan diberikan dihari ulang tahun saya.
Saya membukanya dan langsung menangis sedih bahkan masih dihadapan orang yang mengantarkan bingkisan tersebut. Sebuah gambar yang dibingkai dengan rapi, yang adalah lukisan Rembrandt tentang kisah anak yang hilang menusuk hati saya sangat dalam. Sejak itu, kisah anak yang hilang terus menjadi bahan perenungan dan saya menemukan banyak keajaiban dibalik kisah ini.

Membangun Sikap Percaya

Markus 5:21-43

Beberapa waktu ini saya diperhadapkan pada satu kata yang sangat penting, yang kepadanya ternyata bergantung seluruh hidup saya, PERCAYA. Kata PERCAYA pasti sering didengar oleh setiap orang Kristen karena PERCAYA (iman) adalah 1 dari 3 pilar kekristenan selain dari PENGHARAPAN dan  KASIH. Pertemuan kembali dengan kata PERCAYA adalah karena keadaan saya yang tidak baik telah membawa saya pada buku Beth Moore “Praying God’s word”. Buku yang sangat indah, yang mengajarkan saya bagaimana berdoa dimasa-masa sulit. Suatu rangkaian doa yang didasarkan pada Firman Tuhan untuk tujuan pemulihan. Pada satu saat saya tidak lagi bisa melanjutkan membaca buku tersebut sehingga saya memutuskan untuk membaca ulang dari depan. Saya menemukan bahwa saya masih saja terhenyak ketika sampai pada bagian MENAKLUKAN KETIDAKPERCAYAAN. Bagian buku itu kemudian membawa saya pada suatu kisah yang diceritakan dalam Markus 5:21-43.

Perikop ini dimulai dengan datangnya Yairus seorang kepala rumah ibadat menemui Yesus karena anak perempuannya sakit keras. Yesus sedang berada ditepi danau Galilea, setelah sebelumnya Ia membebaskan orang yang kerasukan Legion diseberang danau itu. Sebagai seorang kepala rumah ibadat, tentunya Yairus sudah berdoa sungguh-sungguh supaya anaknya yang sakit dapat sembuh. Pastinya dia sudah kerap kali mendoakan orang yang sakit dan diantaranya ada yang mengalami kesembuhan. Namun pada kenyataannya ketika dia berdoa untuk anaknya sendiri, anak itu tidak sembuh tapi malah hampir mati. Sepanjang perjalanan pergumulan saya, banyak sekali pertanyaan yang tidak saya temukan jawabannya. Diantaranya, apakah saya telah salah dalam berdoa sehingga Allah tidak memperdulikan saya? Apakah urusan saya cukup penting bagi Allah sehingga Dia perlu untuk peduli? Segala sesuatunya tidak berubah dan saya tetap ada dalam pergumulan yang sepertinya tidak berujung. Saya putus asa dan akhirnya memutuskan untuk tidak berdoa lagi. Sebuah keputusan yang ternyata hanya makin memperburuk keadaan saya.

Diantara orang banyak yang berbondong-bondong mendekati Yesus, sampailah Yairus dihadapan Yesus. Kemudian ia tersungkur serta memohon dengan sangat. Inilah permohonannya kepada Yesus “Anakku perempuan sedang sakit, hampir mati, datanglah kiranya dan letakkanlah tanganMu atasnya, supaya ia selamat dan tetap hidup.” Sebagai orang yang sedang bergumul keras dan hampir-hampir tidak dapat berdoa, saya coba mencermati kalimat permohonan tersebut. Dalam keadaan yang begitu sulit dan tidak dapat kita atasi, langkah pertama yang bisa kita tempuh adalah JUJUR. Jujur terhadap keadaan kita yang sesungguhnya, jujur bahwa kita ada dalam masalah dan tidak bisa mengatasinya, jujur bahwa kita butuh pertolongan. Saya kira jujur kepada Allah adalah langkah iman yang luar biasa. Karena bersikap jujur seperti ini berarti kita mengakui kedaulatan Allah, mengakui kuasa Allah dan mendudukan kita kembali pada posisi kita yang sebenarnya sebagai ciptaan dan Allah sebagai sang pencipta. Coba bayangkan, bagaimana mungkin kita bisa yakin akan mendapat pertolongan kalo kita sendiri tidak yakin dengan pihak yang kita mintai tolong. Saya bisa memastikan bahwa itu hanya upaya yang sia-sia, membuang waktu dan energi apalagi dalam keadaan darurat seperti Yairus yang anaknya hampir mati.

Coba kita lihat lagi permohonan Yairus, “datanglah kiranya dan letakkanlah tangan-Mu atasnya, supaya ia selamat dan tetap hidup”. Yairus bahkan tidak bertanya kepada Yesus, “Apa yang harus aku perbuat? Keadaan ini begitu rumit, tolonglah saya..” Kepada Yesus anak Allah, satu pribadi dari tritunggal Allah, dia berani memberi arahan kalo tidak bisa saya bilang memberi perintah untuk datang ke rumahnya lalu menyembuhkan anaknya yang sakit. Yang kemudian menjadi keheranan saya adalah kenapa Yesus mau menuruti permintaan Yairus? Saya coba pahami alasan Yesus dari kalimat berikutnya “supaya ia selamat dan tetap hidup” dalam kalimat ini tersirat sikap percaya yang luar biasa. Sikap percaya ini yang direspon oleh Yesus dan menjadi poin penting sehingga akhirnya Yesus mau datang ke rumah Yairus dan mengesampingkan begitu banyak orang lain yang sedang mengikuti Dia saat itu (kita bisa bayangkan bahwa masing-masing mereka pasti punya kepentingan ketika berusaha untuk mendekati Yesus). Yairus percaya bahwa jika Yesus menumpangkan tanganNya atas anaknya maka anaknya itu akan sembuh. Logikanya tetap berjalan bahwa lebih mungkin bagi Yesus untuk mendatangi rumahnya daripada membawa anaknya yang sakit pada Yesus. Saya bersyukur, sebagai orang yang mengutamakan logika dan data, saya menyaksikan bahwa Yesus menghargai itu. Dalam proses berimanpun logika tetap harus berjalan sehingga kita tidak terjebak pada dosa mencobai Tuhan Allah. Dari sisi Yesus yang tidak pernah bertindak tanpa tujuan, awalnya saya berpikir momen ini sangat penting untuk menunjukkan kuasaNya. Tapi rupanya pikiran saya itu salah karena dibagian akhir kisah ini ayat penutupnya adalah “Dengan sangat Ia berpesan kepada mereka, supaya jangan seorang pun mengetahui hal itu..”. Yesus tidak punya kepentingan. dia tidak menginginkan orang lain tahu bahwa anak perempuan itu sudah mati dan Yesuslah yang menghidupkanya kembali. Dia hanya ingin anak itu tetap hidup dan mengabulkan permohonan Yairus..

Ditengah peristiwa itu ada hal lain yang terjadi dan tak kalah luar biasanya. Seorang perempuan yang sudah dua belas tahun menderita pendarahan, ada juga ditempat itu. Dia sudah mendengar berita-berita tentang Yesus. Bagi orang yang sudah berjuang sekian lama dan tidak mendapatkan hasil, masih berusaha untuk sembuh adalah tindakan yang sangat hebat. Dia memilih datang menjumpai Yesus dan berusaha menembus kerumunan orang banyak dari pada diam dirumah dan meratapi nasibnya. Tentulah tidak mudah bagi wanita yang kehilangan begitu banyak darah, dia harus berjuang sekuat tenaga untuk bisa mendekati Yesus. Langkah yang diambil perempuan ini (yang sangat ingin saya kenal secara pribadi supaya semangat dan imannya bisa dia bagikan kepada saya) bagi saya sangat luar biasa. Kakak ipar saya pernah mengalami pendarahan karena ada masalah dengan rahimnya, tubuhnya lemas, limbung dan pucat pasi. Jadi bisa saya bayangkan bagaimana keadaan perempuan yang sudah menderita pendarahan selama 12 tahun itu. Satu lagi catatan tentang perempuan hebat ini, ia telah berulang-ulang diobati oleh berbagai tabib dan untuk itu dia telah menghabiskan semua harta yang ada padanya. Logikanya, jika ada orang sakit pastilah dibawa kepada tabib atau dokter. Saya pikir dia adalah orang yang gigih berjuang meski sampai terakhir sebelum dia bertemu Yesus, keadaannya justru makin memburuk. Harapan besar tentulah muncul kembali bahwa ada orang yang mampu membuat berbagai mujizat dan lebih lagi, orang itu tidak pernah meminta atau menerima bayaran.

Saya punya banyak pengalaman tentang sakit penyakit. Saya bertumbuh dengan problem perut yang akut. Sampai satu saat saya memberanikan diri bertanya pada dokter yang telah sekian lama merawat saya, “Apakah saya bisa sembuh?”. Untuk seorang anak kecil, saya mendapatkan jawaban yang sangat menguncang yang bahkan masih bisa saya ingat dengan jelas sampai saat ini, “Tidak bisa. Sakitmu ini tidak bisa sembuh karena sangat tergantung pada faktor-faktor pemicunya”. Saya masih ingat bagaimana dokter itu berbicara, ruang periksa dokter, posisi duduk saya dan baju apa yang saya pakai. Kalimat itu benar-benar meruntuhkan semangat saya untuk sembuh bahkan mengalihkan cita-cita saya menjadi dokter yang semula saya pupuk karena saya ingin menyembuhkan orang lain juga. Ibu saya sering bilang, “Jadilah dokter, kamu tahu rasanya sakit, kamu akan punya empati dengan orang-orang yang sakit”. Waktu-waktu berikutnya ternyata dokter saya diganti oleh dokter lain dan dikemudian hari saya mendengar dari ibu saya kalo dokter saya tadi meninggal dunia karena kanker. Saya bisa mengerti sekarang, dokter itu mengidap sakit yang berat dan jauh dari harapan untuk sembuh, jadi bagaimana bisa dia membagikan harapan pada orang lain? Salut dan hormat kepada banyak pribadi yang tidak membiarkan orang lain mengalami derita seperti yang ia alami dengan membangun harapan kepada orang lain, meski keadaannya sendiri tidak jauh lebih baik.

Kembali pada perempuan yang sakit pendarahan tadi. Pastinya tak terbilang lagi bagaimana orang-orang disekelilingnya atau yang ia jumpai telah mematahkan harapannya untuk sembuh. Faktanya benar bahwa ia telah berusaha tapi tidak ada hasil. Seribu alasan untuk kecewa dan mundur, seribu alasan untuk berhenti berusaha dan bahkan tak kurang alasan untuk mengakhiri hidup saja. Perempuan ini menjadi istimewa karena ternyata dia mengambil langkah iman yang bagi orang seperti dia mungkin ini harapan terakhir. Harapannya untuk sembuh membawanya pada kerumunan orang banyak yang berdesak-desakan ingin mendekati Yesus. Tak ada yang menolong dia, setidaknya membukakan jalan supaya ia mudah mendekat pada Yesus. Yang bisa dia lakukan adalah mendekati Yesus dari belakang, mungkin disitu kerumunannya lebih longgar karena setiap orang ingin memandang Yesus, setiap orang ingin bicara langsung dengan Yesus, setiap orang ingin mendengar Yesus berbicara dan setiap orang ingin mencari perhatian Yesus. Dari belakang itu ia menjamah jubah Yesus karena dia pikir “Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh.”

Terpikir oleh saya bagaimana respon awal perempuan itu ketika mendengar cerita tentang Yesus. Apakah dia langsung percaya begitu saja? Apakah dia berusaha untuk mencari sumber informasi lain lalu melakukan cross check? Di markus 5 dituliskan bahwa telah dihabiskannya semua yang ada padanya atau bisa dikatakan bahwa dia tidak punya harta lagi. Di jaman yang serba uang saat ini, saya secara pribadi pasti meragukan segala sesuatu yang tidak punya nilai rupiah. Semakin tinggi nilai rupiahnya, semakin tinggi kualitas yang akan kita terima. Yesus melakukannya for free, tidak ditarik bayaran.

Karena cara berpikir jaman ini, akhirnya kita memandang rendah segala sesuatu yang berbau gratis. Itu juga yang membuat kita memandang rendah kasih karunia, memandang rendah belas kasihan Allah dan malah menuntut lebih karena merasa sudah memberi lebih. Allah memberi secara cuma-cuma, tapi kita selalu perhitungan kepada Allah dan akhirnya kita tidak bisa mengasihi orang lain dengan tulus. Dibukunya yang berjudul cat and dog theology, Bob Sjorgen menjelaskan dengan gamblang bahwa ancaman jaman ini adalah materialisme. Materialisme telah membuat gereja kehilangan fungsinya, materialisme menghancurkan pribadi-pribadi yang setia, materialisme membutakan banyak hamba Tuhan dan yang terparah adalah pembelokan kebenaran. Harus diakui, serangan iblis lewat materialisme ini sangat telak dan tepat sasaran. Materialisme mampu menggantikan posisi Allah dan menggantikan harapan akan segala sesuatu yang bersifat kekal dengan yang fana. Saya sendiri didera rasa marah yang amat dalam karena melihat bagaimana jemaat dibelokkan dari kebenaran yang sejati dan dimanipulasi habis-habisan dari segi materi. Kemarahan yang merusak saya secara rohani karena melihat kenyataan sepertinya Allah berdiam diri terhadap semua itu. Namun dalam kasih dan anugrahNya, Allah berkali-kali menegaskan pada saya, Dia tidak berdiam diri, Dia tidak membiarkan Dirinya dipermainkan dan tidak membiarkan domba-domba milikNya tersesat. Allah punya waktu dan caranya sendiri.

Kita pasti tertawa bila membayangkan Yesus menarik bayaran untuk setiap pelayanan yang dilakukan. Menjadi pendengar seminar rohani bayar sekian, pengobatan dari sakit penyakit sekian, pelepasan dari keterikatan sekian, pengusiran setan sekian dan tarif tertinggi adalah membangkitkan orang mati. Saya tersenyum sendiri menuliskan ini. Untuk apa tarif? Tak cukupkah harta sebesar alam raya ini yang kabarnya masih terus mengembang? Dan kalau Dia mau, Dia masih bisa mencipta dari yang tidak ada. Sayapun kembali tersenyum memikirkan hamba-hamba Tuhan yang secara terselubung suka memasang tarif untuk dirinya sendiri.

Karena sudah mendengar berita-berita tentang Yesus, itu alasan mengapa perempuan yang sakit pendarahan itu mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jubahNya. Perempuan itu mungkin berpikir ”Banyak sekali orang-orang yang mendekati Yesus, bagaimana aku bisa sampai di depanNya dan memohon kesembuhan? Tubuhku terlalu lemah untuk itu.” Namun rupanya dia tidak kehilangan harapan, “Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh.” Dia tidak tahu kalau usahanya itu telah menyebabkan ada tenaga Yesus yang keluar dan Yesus bisa merasakan itu. Keyakinannya akan kesembuhan itu telah menjadi semacam magnet sehingga ia mengalami kuasa Illahi. Alkitab mencatat bahwa seketika itu berhentilah pendarahannya dan ia merasakan badannya sudah sembuh dari penyakitnya. Sampai dibagian ini saya bingung, saya sulit memahami peristiwa ini. Tubuh manusia dikendalikan oleh otak. Misalnya tangan saya tanpa sengaja bersentuhan dengan benda panas, saat itu saya merasakan panas dan otak saya akan mendeteksi bahwa sesuatu telah terjadi. Mata saya melihat peristiwa itu, kulit saya merasakan panas tapi tangan saya tetap ada diposisinya sampai otak memberi perintah pada otot-otot tangan saya supaya menjauh dari sumber panas. Jadi bagaimana kuasa atau power atau tenaga bisa keluar dari diri Yesus tanpa diperintah oleh otak? Jadi tubuh Yesus itu seperti apa sebenarnya? Transfer kuasa itu bisa terjadi? Lantas bagaimana supaya saya bisa mengalami transfer kuasa seperti perempuan ini? Alkitab King James version pada ayat 30 dituliskan “And Jesus, immediately knowing in himself that virtue had gone out of him”. Tenaga yang dalam bahasa aslinya dituliskan dunamis memiliki arti lain seperti strength, miracle, ability, capacity, sedangkan pada King James tenaga dituliskan virtue yang berarti kebaikan. Ada kebaikan Allah yang mengalir ketika kita beriman. Ada kekuatan, keajaiban, kesanggupan dan kapasitas yang Allah berikan ketika kita melangkah dalam iman. Terpujilah Allah, perempuan itu sembuh.

Ketika Yesus berpaling dan bertanya “Siapa yang menjamah jubah-Ku?” Respon murid-muridnyapun nampak wajar. Orang banyak itu berdesak-desakan dekat Yesus, tentulah semua harus mengaku telah menyentuh Yesus baik sengaja maupun tidak sengaja dan harusnya pertanyaan itu tidak perlu diajukan. Tanpa mempedulikan keheranan para murid, Yesus memandang ke sekeliling untuk melihat siapa yang telah melakukan itu. Perempuan itu, yang menjadi takut dan gemetar ketika mengetahui apa yang telah terjadi atas dirinya, tampil dan tersungkur di depan Yesus dan dengan tulus memberitahukan segala sesuatu kepada-Nya. Kenapa perempuan itu takut dan gemetar? Dia takut bukan karena perbuatannya diketahui tapi karena ternyata dia benar-benar telah sembuh. Dia takut karena tidak tahu dengan siapa dia berhadapan. Mungkin juga dia tidak menyangka bahwa ternyata daya sembuhnya begitu luar biasa. Sakit yang telah 12 tahun diderita, bisa sembuh hanya dengan menjamah ujung jubahnya! Orang macam apa yang dia hadapi ini, yang begitu penuh kuasa? Gentar berhadapan dengan pribadi yang super power sampai badannya gemetar. Bagaimana kalau kita ada diposisi perempuan itu? Dihadapan Allah Maha Tinggi, yang super power, yang Maha Kudus? Nabi Yesaya yang pernah mengalami kejadian seperti ini berucap “Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam.” (Yes 6:5). Atau bangsa Israel yang menyaksikan guruh mengguntur, kilat sabung-menyabung, sangkakala berbunyi dan gunung berasap ketika Allah memberikan 10 perintah kepada Musa di gunung Sinai. Maka bangsa itu takut dan gemetar dan mereka berdiri jauh-jauh. Kemudian mereka memohon kepada Musa seperti ini “Engkaulah berbicara dengan kami, maka kami akan mendengarkan; tetapi janganlah Allah berbicara dengan kami, nanti kami mati.” (Keluaran 20:18-19).

Dihadapan pribadi yang super power itu, yang telah menyembuhkan sakitnya, adakah perempuan itu punya pilihan lain selain mengatakan yang sebenarnya dengan jujur tanpa rekayasa? Kalo sakitnya saja bisa disembuhkan secara otomatis bagaimana Dia tidak tahu apa yang tersembunyi dalam hati? Saya jadi ingat kisah Adam dan Hawa ketika dijumpai Allah setelah mendapati dirinya telanjang karena telah memakan buah yang ada ditengah-tengah taman. Jawab Adam ketika Allah bertanya ”Apakah engkau makan dari buah pohon, yang Kularang engkau makan itu?’ Adam menyalahkan Hawa dan Hawa kemudian menyalahkah ular. Tindakan bodoh khan kalo kita masih merasa benar dihadapan Allah yang maha tahu. Saya yakin Yesus tahu kisah sebenarnya dan kalo Yesus tidak bertanya kepada perempuan itu tentulah kita semua tidak bisa belajar tentang iman yang berkuasa. Perempuan itu memberitahukan segala sesuatu kepada Yesus. Maka kata Yesus: “Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!”

Ketika Yesus masih berbicara kepada perempuan itu, datanglah orang dari keluarga Yairus dan berkata: “Anakmu sudah mati, apa perlunya lagi engkau menyusah-nyusahkan Guru?”. Bagi Yairus, pasti rasanya bagai disambar pertir dihari siang, ketika harapan sudah digenggam ternyata tidak ada artinya lagi. Anaknya sudah mati!! Dan benar kata mereka, apa perlunya lagi membawa Yesus ke rumahnya? Alkitab mencatat tetapi Yesus tidak menghiraukan perkataan mereka dan berkata kepada Yairus: “Jangan takut, percaya saja!”. Harapan Yairus pasti bangkit kembali karena dia ingat barusan dia melihat sendiri bagaimana Yesus menyembuhkan perempuan yang telah 12 tahun menderita pendarahan hanya karena iman perempuan itu. Lebih besar lagi harapannya karena Yesus meminta dia untuk tidak takut tetapi percaya saja pada Yesus. Lalu Yesus tidak memperbolehkan seorang pun ikut serta, kecuali Petrus, Yakobus dan Yohanes. Yesus tidak mengijinkan seorangpun yang dengan mata IllahiNya dapat Dia lihat tidak percaya bahwa Yesus sanggup mengatasi kematian. Penting untuk ditekankan, mau melihat mujizat? Mau melihat perkara ajaib? “Jangan takut, percaya saja!” kata Yesus. Ini mungkin jawaban untuk pertanyaan saya di atas. Saya takut dan saya tidak mau percaya begitu saja. Saya mau bukti, saya mau melihat trend pada grafik sehingga saya bisa memprediksikan jawaban doa saya. Akhirnya saya tidak mengalami mujizat. Matius  13:58 mencatat ”Dan karena ketidakpercayaan mereka, tidak banyak mujizat diadakan-Nya di situ.” Yesus tidak akan membuat mujizat diantara orang-orang yang tidak percaya. Betapa sulitnya untuk percaya sehingga dari kerumunan orang banyak itu, hanya Petrus, Yakobus dan Yohanes yang diijinkan Yesus untuk menyertaiNya ke rumah Yairus.

Kita lihat fakta berikutnya ketika Yesus dan rombongan kecilnya sampai di rumah Yairus. Semua orang ribut, menangis dan meratap dengan suara nyaring. Berita kematian yang tadi dibawa oleh anggota keluarga Yairus ternyata benar. Anak itu sudah dinyatakan mati. Memang tidak dijelaskan dasar yang digunakan untuk menyatakan bahwa anak itu mati. Apakah anak itu benar-benar mati atau dalam keadaan koma kita tidak tahu karena tingkat pengetahuan medis saat itu tentunya yang dijadikan dasar. Yang jelas semua orang ditempat itu sepaham bahwa anak itu sudah mati. Tetapi apa kata Yesus kepada mereka : “Mengapa kamu ribut dan menangis? Anak ini tidak mati, tetapi tidur!” Sampai disini saya kembali bingung. Saya yakin, kalau anak itu memang belum dikategorikan mati oleh Yesus berarti pengetahuan Yesus jauh melampaui semua orang yang ada disitu. Tetapi kalau memperhatikan respon orang-orang ketika mendengar apa yang dikatakan Yesus, saya juga yakin kalau anak itu memang sudah mati. Mereka mentertawakan Yesus. Suatu tindakan yang benar-benar melecehkan dan Yesuspun mengusir mereka semua. Kali ini respon Yesus lebih keras dibanding ketika kabar tentang kematian anak itu disampaikan sebelumnya. Yesus hanya mengijinkan Yairus dan istrinya serta Petrus, Yakobus dan Yohanes untuk melihat apa yang akan dilakukan Yesus kemudian. Kalau pada kisah sebelumnya, iman perempuan yang sakit pendarahanlah yang telah membawa pada kesembuhan. Kali ini apa? Bagi Yairus yang telah melihat mujizat dan yang telah mendapat kata-kata penguatan dari Yesus tentulah tidak sulit bagi dia untuk beriman bahwa anaknya tidak mati seperti kata Yesus. Bagi istri Yairus, mungkin ia terlalu berduka untuk menyadari apa yang terjadi. Dan bagi Petrus, Yakobus dan Yohanes, momen ini sangat penting untuk meneguhkan pengenalan mereka akan Mesias.

Bagi kita saat ini yang telah memiliki dokumen lengkap tentang Allah berupa alkitab, mengapa kita menjadi generasi yang jauh dari mujizat? Kita sibuk dengan pengajaran-pengajaran theologia yang rumit sampai akhirnya kita tidak memiliki iman yang sederhana. Sederhana sebenarnya, kita hanya diminta PERCAYA. Pengetahuan, keinginan dan akal budi seringkali justru membuat segala sesuatunya rumit. Sederhana saja, Dia Allah, Dia sanggup melakukan apapun. PERCAYA saja, Allah kita adalah Allah yang berdaulat penuh atas alam raya ini, termasuk atas orang-orang dan semua situasi. Sikap percaya yang harus dibalut dengan kerelaan penuh, JADILAH PADAKU SEPERTI YANG KAU KEHENDAKI. Kita akan tampil menjadi pemenang, menang atas situasi sulit, menang atas pencobaan karena kita selalu mengenakan perlengkapan yang lebih dari cukup untuk menangkal tipu muslihat iblis yang hendak memisahkan kita dari kasih karunia Allah.

DipegangNya tangan anak perempuan itu dan dia berkata: : “Talita kum,” yang berarti: “Hai anak, Aku berkata kepadamu, bangunlah!”. Anak yang telah dinyatakan mati tadi seketika itu juga bangkit berdiri dan berjalan. Kita bertemu lagi dengan kuasa yang begitu luar biasa, seketika itu juga tanpa perlu proses yang harus dijalani. Anak itu sehat kembali atau lebih tepatnya hidup kembali. Kali ini alkitab menuliskan respon orang-orang yang hadir disitu, mereka sangat takjub. Mereka orang yang terpilih karena iman mereka jauh diatas orang lain, tapi mereka tetap takjub ketika apa yang mereka imani itu benar-benar terjadi. Inilah gambaran orang yang tidak menganggap sepi pertolongan Tuhan, yang tetap takjub dengan perbuatan Tuhan dan ini akan menumbuhkan sikap yang selalu bersyukur. Lalu dengan sangat Yesus berpesan kepada mereka, supaya jangan seorangpun mengetahui hal itu. Ini mungkin bermakna sama dengan kalimat Yesus dalam Matius 7:6 “Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu.”

Saya akan menutup bagian ini dengan kisah hidup seorang gadis muda penderita Anemia Aplastik. Suatu kondisi dimana sumsum tulang (bone marrow) hanya bisa memproduksi sel darah dalam jumlah yang sangat sedikit. Saya kenal Ririn, gadis muda itu karena kakak laki-laki saya menikah dengan kakak perempuannya. Pada usia antara 12-13 tahun dokter memvonis bahwa Ririn tidak akan dapat bertahan hidup dan memang anak-anak lain yang menderita anemia aplastik berbarengan dengan Ririn semuanya meninggal dunia tidak berselang lama. Saat itupun Ririn sudah mengalami kebutaan. Karena penyakitnya ini, Ririn sangat tergantung pada transfusi darah. Namun dalam kondisi sakit Ririn tetap merindukan mujizat. Salah satu bagian di dalam alkitab yang dia sukai adalah kisah tentang Yesus yang menghidupkan anak perempuan Yairus. Ada kemiripan dengan kisah hidupnya sendiri dan anak perempuan itu seusia dengan dia. Saat itu Ririn berhasil menyelesaikan sulaman lukisan berjudul Talita Kum. Pada lukisan itu Yesus memegang tangan anak perempuan Yairus dan anak itu tampak sedang setengah berbaring, dengan wajah tersenyum hendak bangkit dari tempat tidurnya. Karyanya itu dipajang di ruang tamu dan terus menjadi pengingat bagaimana Ririn telah berjuang dengan sakit yang ia derita. Ririn percaya Yesus juga bisa melakukan mujizat dan memberi dia kesembuhan. Benar terjadi, prediksi dokter meleset, dia sembuh dan bertahan sampai usia 23 tahun. Setelah dapat hidup normal selama 7-8 tahun, bisa melanjutkan sekolah dan bahkan bisa bekerja, sakitnya kembali kambuh ketika saya mengambil program master di Jogja sehingga saya bisa kerap bertemu dengannya di Rumah Sakit Sardjito.

Saya belajar banyak hal dari Ririn. Dari penyakit yang diderita Ririn, terlihat betapa tubuh kita ini dirancang dengan luar biasa. Transfusi darah diberikan tergantung pada jenis darah yang kurang pada saat itu. Ririn tidak diijinkan melakukan aktivitas apapun termasuk duduk, sehingga dia hanya berbaring. Dia harus dijaga agar jangan sampai berdarah karena perdarahan akan sangat sulit dihentikan. Suatu ketika setelah transfusi trombosit sebanyak 7 kantong, Ririn nampak segar. Menjelang malam saya ditelpon karena butuh donor lagi, kondisi Ririn drop. Bagaimana bisa secepat ini? Biasanya bisa 2-3 hari baru butuh transfusi lagi. Ternyata sesudah saya pulang dari rumah sakit, Ririn kedatangan banyak pengunjung, diantaranya keponakan kami Tata yang sangat dia rindukan. Ririn sangat bahagia sehingga dia banyak tertawa. Tapi ternyata tertawapun memicu darahnya lebih aktif sehingga sel-sel darahnya rusak lebih cepat. Betapa kita harus mensyukuri tubuh yang sehat. Dalam sakitnya yang luar biasa, Ririn tidak pernah terlihat menangis, seakan-akan ia yakin, esok dia akan sembuh. Dan sakit yang mendera tak sedikitpun mengurangi cintanya pada Yesus. Ketika Tuhan memanggilnya pulang, saya menangis membayangkan dia akan berjumpa dengan Yesus yang telah memberi dia mujizat hidup sampai usia 23 tahun yang sangat jarang terjadi bagi penderita Anemia Aplastik seperti dia.

Karena percaya, maka Perempuan yang 12 tahun sakit pendarahan, anak perempuan Yairus dan Ririn mengalami mujizat. Dan saya, diujung pergumulan ini, mau membangun sikap percaya sebagai dasar untuk me-reframe hidup. Kalimat Yesus kepada Yairus ”Jangan takut, percaya saja!” akan selalu menjadi kekuatan ketika perjalanan sulit untuk ditempuh. Saya percaya, maka saya akan mengalami mujizat, menemukan kembali identitas diri dan rencana Allah melalui hidup saya. To God be the glory.
Semarang, Januari 2011