Minggu, 25 September 2011

Journey, day 122

          Seorang teman bertanya pada saya "Apa si istimewanya sunrise dan sunset? Kita bisa melihatnya dimanapun, tidak hanya di Bali.." Pertanyaan ini dilontarkan karena setiap kali bepergian saya selalu berusaha merencanakan perjalanan sedemikian rupa sehingga setidaknya saya bisa melihat sunrise atau sunset. Saya rasa saya bukanlah satu-satunya orang yang begitu ingin selalu melihat fenomena yang indah itu. Di bali ini kemacetan parah sering terjadi menjelang sunset, orang berbondong-bondong mendatangi spot-spot terbaik untuk menikmati sunset. Di Kuta, Tanah Lot dan Uluwatu suasananya riuh, ramai sekali.
          Ketika melihat-lihat foto sunset dan sunrise yang berhasil saya buat, kalau dibuat perbandingan, saya menyimpulkan saya lebih menyukai sunrise daripada sunset. Terasa lebih dramatis. Malam yang gelap pekat tersibak, kegelapan memudar jauh sebelum matahari terlihat. Detik demi detik menghadirkan sensasi tersendiri. Dan ketika matahari mulai muncul, saya ingin melompat sembari berteriak "Here you are..! Nice to see you.!!" Rasanya saya siap menjalani hari ini bersama matahari yang akan menerangi seluruh aktivitas. Sayapun bisa merasakan aura kegembiraan ketika orang mulai keluar menuju ke pantai untuk beraktivitas. Hari yang baru telah datang dan mereka menyambut dengan penuh semangat. 


 "Malam gelap jadi rembang pagi, dan pagi jadi siang terang"

Senin, 19 September 2011

Journey, day 116

Bromo Mountains in the morning
(Monday, 11 Sept 200)
Morning comes in Sanur.. What a lovely moment.! 
(Sat, 17 Sept 2011)

Bali Botanical garden.. What a beautiful place..!
(Sat, 17 Sept 2011)


Kuta's sky after sunset
(Monday, 12 Sept 2011)



Sunset moment in Tanah Lot
(Sat, 17 Sept 2011)


Hey.. it's me..!

Minggu, 11 September 2011

Journey, day 108


            Ketika mendengar kabar bahwa saya lulus seleksi untuk mengikuti pelatihan di Bali, senang sekali rasanya. Terbayang semua yang indah tentang Bali dan saya bisa menikmatinya selama sebulan..! Semakin menarik karena saya akan diberi penginapan dan diberi uang saku, semua urusan saya akan ditangani event organizer. Itu artinya saya disuruh melakukan pekerjaan yang saya suka, dibayarin, diurusin, disuruh piknik pula.. Luarbiasa sekali..! Saya berangkat dengan riang.. Saya siap berburu foto-foto indah.
            Semua berjalan lancar sampai kami tiba di quest house yang cantik ini. Suasananya kontras dengan lingkungan sekitarnya yang terkesan kumuh. Agak mengganggu keriangan hati saya.. Sedikit banyak saya tahu bagaimana para perantau di Denpasar ini, mereka tinggal di kamar-kamar kos yang sempit tapi mahal, bersama seluruh anggota keluarganya. Bisa dibayangkan bagaimana mereka hidup berjejal-jejalan. Seandainya mereka bisa merasakan kehidupan yang lebih baik.. (Hufff..). Banyak kos-kosan semacam ini di sekitar Guest House.
            Keriangan hati saya kembali berkurang ketika menyadari kalau kamar indah yang saya tempati ini tidak ada TV-nya. Bagaimana mungkin saya sendirian di kamar tanpa TV selama satu bulan.? Tiba-tiba saya merasa lonely.. Denpasar yang panas ini semakin terasa terik ketika saya keluar mancari makan. Tidak seperti ditempat-tempat lain, jalannya tidak bisa nembus langsung ke jalan raya. Saya harus melewati gang-gang sempit dan berkelok-kelok. Terpaksa makan nasi padang yang keras dan pedas (setelahnya saya jadi sakit perut..) karena teman-teman mencari tempat makan yang aman dari makanan haram.
Saat pulang saya mengikuti rute teman yang katanya lebih cepat. Tapi apa terjadi? Kami tersesat, jalannya buntu..! Di depan hanya ada ladang yang menyeramkan. Kami nekad saja menerbos ladang itu karena seekor anjing besar membuntuti kami sambil terus menggonggong. Dua teman saya adalah pria bertubuh tinggi besar tapi mereka takut anjing. Saya tidak takut anjing tapi saya takut rabies. Itulah sebabnya kami nekad melewati ladang itu daripada harus bertemu anjing itu kembali. Huufff, kemudian saya melihat balai bengong, berarti sebentar lagi ada gapura menuju ke jalan. Saya sempat melirik, ada beberapa anjing besar sedang tiduran. Seorang pria hitam besar sedang membuat layang-layang besar yang juga berwarna hitam, mukanya terheran-heran melihat kami keluar dari belakang rumahnya. Saya tanya jalan menuju guest house kami. Dia menjawab kurang simpatik dan anjing-anjing yang tadi diam ikut-ikutan tidak simpatik karena semua menggonggong keras sambil mengelilingi kami.. Kami baru bisa sampai ke guest house setelah 2 kali lagi bertanya. Bayangkan kalau setiap hari saya harus melewati rute ini..!
Sembari mencoba beristirahat, saya berpikir.. Bagaimana bisa dengan mudah keriangan hati saya surut dan prosesnya begitu cepat? Padahal masih banyak hal baik lain yang siap menanti saya..? Bagaimana bisa semangat saya untuk belajar tiba-tiba melorot drastis begini.? Saya masih berpikir dan belum menemukan jawabnya..



Jumat, 09 September 2011

Journey, day 106


Saya terlambat membaca sebuah sms, begini bunyinya ”Ibu, saya sudah sampai, tapi kalau ibu masih sibuk tidak apa-apa, saya akan tunggu.” Seminggu ini banyak sekali yang harus saya kerjakan, semuanya mendesak dan penting. Sms tadi dikirim karena memang saya ada janji dengan anak PMK untuk belajar menggunakan kamera. Dia yang akan mengajari saya. Ternyata tidak cuma satu, karena akhirnya saya diajari oleh dua orang sekaligus.. Kami bertemu ketika saya sudah letih dan mereka tetap mengajari saya dengan semangat.
Saat kami sibuk dengan kamera, satu persatu anak-anak PMK yang lain datang, karena memang mereka hendak rapat persiapan retret. Demi rasa lelah dan kepala yang telah penuh, akhirnya saya tinggalkan mereka. Sambil coba mempertahankan memori tentang ISO, diafragma, fokus, ligthing, dll, saya hendak beristirahat. Tapi sampai saya pulang, bahkan ketika hendak beranjak tidur, saya masih mengingat anak-anak PMK itu. Ada perasaan yang tidak bisa saya jelaskan. Saya mencoba mereview ulang masa 10 tahun yang lalu, ketika saya memutuskan profesi yang hendak saya tekuni, merekalah motivasi saya. Saya merelakan banyak hal demi kerinduan untuk tetap bisa melayani mahasiswa. Dan saat ini, ketika saya sudah ada ditempat yang saya inginkan, mengapa saya merasa sangat jauh?
Ini menjadi kali pertama dalam rentang waktu empat tahun, saya berdoa sambil membayangkan wajah-wajah mereka. Saya pernah minta dipertemukan dengan wajah-wajah ini, tapi mengapa sekarang saya mengabaikannya..? Dan inilah doa saya:
”Tuhan, berkatilah mereka ini,
yang dalam kemudaannya rindu untuk mengenal Engkau.
Bimbinglah, supaya mereka mau memilih jalan yang Engkau sediakan.
Yakinkanlah pada mereka, kalau selalu tersedia jalan pulang ketika mereka ingin mencoba mengambil jalan mereka sendiri.
Berilah mereka kesanggupan untuk bertahan dan berjuang.
Dan di atas semua itu, berilah mereka hati yang mengasihiMu
dengan kasih yang memerdekakan.”
Amien
             Saya tidak tahu, apa yang hendak saya lakukan kepada mereka selanjutnya.? Tapi yang jelas, saya harus memulainya dengan meminta supaya beban itu dikembalikan ke dalam hati saya dan saya diberi kesanggupan untuk mengasihi pribadi demi pribadi. Semoga Allah berkenan..